SKORING
Penskoran untuk Tes Uraian
Dalam melakukan penskoran
pada tes uraian biasanya digunakan system bobot (weight) yang diberikan pada setiap butir soal,
didasarkan dan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau
banyak sedikitnya unsur yang terdapat dalam jawaban yang dianggap paling benar.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian kebenaran jawaban untuk soal
bentuk uraian, adalah sebagai berikut:
1. Kebenaran isi, sesuai dengan materi yang ditanyakan
2. Sistematika atau uraian logis dalam penjabaran gagasan
3. Bahasa yang digunakan.
System penilaiannya dapat mengacu pada acuan
norma dan atau penilaian acuan patokan.
Menurut
Arifin (2012:223), system wigth dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan
tingkat kesukaran soal. Misalnya, untuk soal yang tergolong mudah skor maksimum
yang diberikan adalah 6, sedangakn untuk soal-soal dengan tingkat kesukaran
sedang memiliki skor maksimum sebesar 7 dan soal dengan tingkat kesulitan
tinggi memiliki skor maksimum 10. sehingga, dalam skor keseluruhannya tidak
memungkinkan siswanya dapat memperoleh skor maksimum sepuluh.
Berikut adalah rumus matematik untuk menentukan
skor dengan metode ini:
SKOR=jumlah jawaban benar/jumlah soal
Kedua, bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu dan pasti
sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Misalnya, soal dengan tingkat kesulitan
rendah diberian skor 3, sedangkan skor untuk soal yang memiliki tingkat
kesulitan sedang adalah 4 dan skor untuk soal-soal yang sukar adalah 5. Dengan
cara kedua ini, siswa memungkinkan untuk mendapatkan skor sepuluh.
Berikut adalah rumus matematik untuk menentukan
skor dengan metode ini:
SKOR = jumlah(bobot sesuai tingkat kesukaran dikali skor
setiap soal) dibagi jumlah bobot soal
Contoh 1 (metode1) :
Seorang peserta didik diberi empat soal dalam
bentuk uraian. Setiap soal diberi skor (X) maksimum dalam rentang 1-10 sesuai
dengan kualitas jawaban peserta didik. Berikut adalah salah satu contoh
perhitungan dalam pemberian skor dengan cara pertama (bobot sebagai skor
maksimum) :
NO
|
Tingkat
Kesukaran
|
Jawaban
|
Skor
(X)
|
1
|
Mudah
|
Betul
|
6
|
2
|
Sedang
|
Betul
|
7
|
3
|
Sedang
|
Betul
|
9
|
4
|
Sulit
|
Betul
|
7
|
TOTAL
|
29
|
Perhitungan :
SKOR = jumlah soal DIBAGI jumlah skor
Jadi, skor peserta didik tersebut adalah:
SKOR = jumlah soal DIBAGI jumlah skor
SKOR = 29/4=7.25
Contoh II (metode2):
Seorang peserta didik mengikuti ujian dengan
tiga soal dalam bentuk uraian. Masing-masing soal diberi bobot sesuai dengan
tingkat kesukarannya, yakni bobot lima untuk soal sukar; bobot 4 untuk soall
yang sedang dan bobot 3 untuk soal-soal dengan tingkat kesukaran rendah. Tiap
soal diberikan suatu skor (X) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas
jawaban yang betul. Kemudian skor (X) yang dicapai oleh setiap peserta didik
dikalikan dengan bobot setiap soal. Hasil perhitungannya adalah sebagai
berikut:
NO
|
Tingkat Kesukaran
|
Jawaban
|
Skor (X)
|
Bobot (B)
|
XB
|
1
|
Mudah
|
Betul
|
10
|
3
|
30
|
2
|
Sedang
|
Betul
|
10
|
4
|
40
|
3
|
Sulit
|
Betul
|
10
|
5
|
50
|
TOTAL
|
12
|
120
|
Perhitungan
Skor :
SKOR = jumlah(bobot sesuai tingkat kesukaran dikali skor setiap soal)
dibagi jumlah bobot soal
Jadi, skor
siswa tersebut dihitung dari metode kedua ini adalah:
SKOR = jumlah(bobot sesuai tingkat kesukaran dikali skor setiap soal)
dibagi jumlah bobot soal
SKOR=120/12=10
Untuk
memudahkan pemberian skor, sebaiknya digunakan sistem bobot dengan metode yang
kedua. Sistem bobot ini diberikan untuk soal uraian agar penilaian dapat
dilakukan secara adil berdasarkan kemampuan peserta didiknya dan tingkat
kesukaran soal. Metode ini dapat dilakukan dalam uraian biasa, yakni uraian
bebas dan uraian terbatas. Dalam menentukan skor pada soal bentuk uraian
objektif (BUO) dapat dilakuakn beberapa tahapan, yakni sebagai berikut:
a. Tuliskan
semua katakunci atau kemungkinan jawaban benar untuk setiap butir soal
b. Setiap
kunci diberikan skor baik untuk jawaban yang salah maupun jawaban yang benar
c. Jika satu
soal memiliki beberaa subpertanyaan, maka perincilah kata kunci untuk setiap
subpertanyaan dan buatlah skor masing-masing
d. Jumlahkan
skor dari seluruh kata kunci dan skor inilah yang disebut sebagai skor
maksimum.
Sedangkan dalam penskoran uraian non-objektif, skor dijabarkan
dalam rentang. Rentang skor disesuaikan dengan kompleksitas jawaban, seperti
0-1, 0-4, 0-6, 0-8, 0-10 dan lain-lain. Siswa yang tidak menjawab apapun diberi
skor minimum yakni 0. Sedangkan skor maksimum yang mungkin diperoleh siswa,
ditentukan oleh penyusunan soal dan keadaan jawaban yang ditentukandalam soal
tersebut.
Adapun
langkah-langkah pemberian skor untuk BUNO adalah sebagai berikut :
a. Tuliskan
garis-garis besar jawaban sebagai criteria jawaban untuk dijadikan pegangan
dalam pemberian skor
b. Tetapkan
rentang skor untuk setiap criteria jawaban
c. Pemberian
skor pada setiap jawaban bergantung pada kualitas jawaban siswa
d. Periksa
soal dari setiap nomor dari seluruh peserta
e. Jumlah
skor yang diperoleh dari setiap criteria jawaban dijadikan sebagai skor peserta
didik.
Untuk
soal bentuk uraian objektif (BUO) dan bentuk uraian non objectif (BUNO) harus
menggunakan pedoman seperti padacontoh di bawah ini:
Contoh
III (BUO):
Indicator :
dapat menyebutkan turunan benzene
Soal : sebutkan
lima turunan benzene yang anda ketahui !
NO
|
Kunci Jawaban
|
Skor
|
1
|
Fenol
|
1
|
2
|
Toluene
|
1
|
3
|
Aniline
|
1
|
4
|
Asam benzoat
|
1
|
5
|
Nitro benzena
|
1
|
TOTAL
|
5
|
Contoh IV
(BUO):
Indicator :
dapat menentukan massa endapan pada proses elektrolisis
Soal : sebanyak
100ml larutan CrCl3 1M dielektrolisis dengan arus 4A. jika
diketahui
Ar Cr =
52; 1F = 96500 maka waktu yang diperlukan untuk mengendapkan logam
krom
sebanyak 3,88 gram
1. Tuliskan
reaksi reduksi yang terjadi pada sel elektrolisis tersebut!
2. Hitung
berapa mol ion krom yang tereduksi!
3. Hitung
berapa banyak mol muatan yang mengalir pada sel elektrolisis tersebut!
4. Hitung
berapa waktu yang diperlukan untuk mengendapkan logam krom tersebut!
Kunci Jawaban
|
Skor
|
1. Cr3+ +
3e Cr
2. Mol = massa/Ar
= 3,88/52
=
0,07
3. Mol e = mol Cr3+ x 3
=
0,07 mol x 3
=
0,2 mol
4. Q =
I x t
N
e x 1F = I x t
0,2
x 96500 = 4A x t
t
= 5066,25 s
|
2
2
2
4
|
TOTAL
|
10
|
Contoh V
(BUNO) :
Kriteria
Jawaban
|
Rentang Skor
|
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan
alam Indonesia
|
0-2
|
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan
tanah air Indonesia (Pemandangan alam, Geografis, dsb)
|
0-2
|
Kebanggaan yang berkaitan dengan
keanekaragaman budaya, suku, adat-istiadat tetapi dapat bersatu
|
0-3
|
Kebanggaan yang berkaitan dengan
keramahtamahan masyarakat Indonesia
|
0-2
|
Skor Maksimum
|
9
|
Untuk
meningkatkan objektivitas hasil pemeriksaan jawaban, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, antara lain :
1. Untuk memperoleh
soal bentuk uraian yang baik harus disusun rencana yang baik pula.
2. Dalam menulis soal
bentuk uraian, guru harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang
ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalam dan panjang jawaban
atau perincian jawaban yang mungkin diberikan oleh peserta didik.
3. Setelah menulis
soal, guru harus menyusun kunci jawaban atau pokok-pokok jawaban dan pedoman
penskoran. Pedoman penskoran ini berisi tentang:
a. Batasan
atau kata-kata kunci untuk melaksanakan penskoran terhadap soal bentuk uraian
objektif.
b. Kriteria
jawaban digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal bentuk uraian
nonobjektif
4. Semua identitas
peserta didik harus disembunyikan agar tidak terlihat sebelum dan selama
memeriksa
5. Jauhkanlah hal-hal
yang dapat mempengaruhi subjektivitas pemberian skor, seperti bentuk tulisan/
huruf, ukuran kertas, ejaan, struktur kalimat, kerapian, dll
Penskoran untuk Tes Objektif
Ada dua cara untuk memberikan skor pada soal objektif, yakni:
1. Tanpa
Rumus Tebakan (Non-Geussing Formula)
Digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebenarannya.
Caranya adalah menghitung jumlah jawaban yang betul saja. Setiap jawaban yang
benar diberi skor 1 dan yang salah diberi skor 0.
Jadi,
skor = jumlah jawaban yang benar.
2. Menggunakan
Rumus Tebakan (Geussing Formula)
Rumus tersebut digunakan untuk memberikan skor pada soal-soal yang
sudah pernah diujicobakan dan diberikan kepada siswa sehingga sudah diketahui
tingkat kebenaran siswanya dalam menjawab soal-soal tersebut.
a. Untuk soal
yangberbentuk Benar-Salah (true-false)
Rumus:
Contoh :
Seorang
siswa mengikuti tes, dan diberikan soal berbentuk objektif true-false. Siswa
tersebut mampu menjawab dengan benar sebanyak 7 soal dari total 10 soal. Hitung
berapa skor yang didapat siswa tersebut.
SKOR=JUMLAH
JAWABAN BENAR-JUMLAH JAWABAN SALAH
SKOR=7-3=4
b. Untuk
Item Berbentuk Pilihan Ganda (multiple choice)
Rumus :
KETERANGAN :
S : skor yang dicari
:
jumlah jawaban yang benar
: jumlah jawaban yang salah
n : jumlah
option jawaban
|
|
|
Contoh :
Seorang
siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan
kepadanya. Jumlah option pada setiap butir soal adalah sebanyak 4.
Maka skor siswa tersebut adalah:
SKOR=7-3/(4-1)=6
Menurut
Rofieq (2008), selain menggunakan rumusan diatas untuk menghitung skor tes
objektif bentuk pilhan ganda, juga dapat digunakan tiga macam metode yakni :
a. Penskoran
tanpa koreksi
Metode
ini dilakukan dengan memberikan skor 1 untuk soal yang dijawab dengan benar
(namun sesuai dengan bobot soal). Skor peserta didik dapat diperoleh dengan
rumus sebagai berikut :
s=(B/N)
x 100
KETERANGAN:
Keterangan
:
S : skor yang dicari
:
jumlah jawaban yang benar
N : jumlah soal
|
|||
|
|||
|
|||
Contoh :
Seorang
siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan
kepadanya. Maka skor siswa tersebut adalah:
s=(B/N)
x 100
skor=7/10 x 100 = 70 |
b. Penskoran
dengan koreksi jawaban
Metode
ini dilakukan dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah
dan yang yang tidak dijawab. Rumus matematisnya adalah sebagai berikut :
|
|||
|
|||
Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
s : jumlah jawaban yang salah
N : jumlah soal
P : jumlah opsi jawaban setiap soal
Contoh :
Seorang
siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan
kepadanya. Jumlah option pada setiap butir soal adalah sebanyak 4.
Maka skor siswa tersebut adalah:
skor=7-(3/(4-1))/10
x100=60
c. Penskoran
dengan butir beda bobot
Setiap
soal memiliki bobot masing-masing, biasanya disesuaikan degan tingkatan
kognitif (mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan
mengevaluasi) yang telah diteta[kan oleh guru. Rumusan secara matematisnya
adalah sebagai berikut:
|
Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
Si : skor yang mungkin dicapai bila semua
soal terjawab dengan benar
b : bobot setiap soal
Contoh :
Bayu
mengikuti ujian Kimia. Soal yang diujikan terdiri dari 30 soal yang terdiri
dari 6 jenjang konitif. Jenjang C1 diberi bobot 1, C2 dengan bobot 2, C3 dengan
bobot 3, C4 dengan bobot 4, C5 dengan bobot 5 dan C6 dengan bobot 6. Bayu dapat
menjawab 7 soal dari 13 soal C3, 2 soal dari 5 soal C2, 2 soal dari 4soal C1, 2
soal dari 4soal C4, 2 soal dari 2 soal C5 dan bayu tidak dapat menjawab satu
soal pun dari 2 soal C6.
Jenjang Domain Kognitif
|
Jumlah Soal (N)
|
Bobot (b)
|
Jumlah soal x Bobot (Nxb)
|
B
|
B x b
|
C1
|
4
|
1
|
4
|
2
|
2
|
C2
|
5
|
2
|
10
|
2
|
4
|
C3
|
13
|
3
|
39
|
7
|
21
|
C4
|
4
|
4
|
16
|
2
|
8
|
C5
|
2
|
5
|
10
|
2
|
10
|
C6
|
2
|
6
|
12
|
0
|
0
|
TOTAL
|
30
|
|
91
|
15
|
55
|
skor
= (B-b)/Si
skor=
55/91 x 100% = 60.44%
3. Untuk
soal bentuk menjodohkan
rumusan
untuk mencari skor dari soal-soal berbentuk menjodohkan adalah sebagai berikut:
Keterangan
:
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
|
|||
|
Contoh :
Soal
|
Kunci Jawaban
|
Jawaban Testi
|
|
(1)
|
A…………………………….
|
……………..y………………
|
x
|
B…………………………….
|
……………..x………………
|
Y
|
|
C…………………………….
|
……………..z………………
|
z
|
|
(2)
|
A…………………………….
|
……………..r………………
|
P
|
B…………………………….
|
……………..p………………
|
R
|
|
C…………………………….
|
……………..q………………
|
Q
|
|
D…………………………….
|
……………..w………………
|
W
|
Dilihat
dari jawaban peserta didik terhadap kunci jawaban, maka peserta didik tersebut
mampu menjawab dengan benar 1 nomor pada soal nomor 1 dan menjawab 2
soal dengan benar dari soal nomor 2. Jadi skor peserta didik tersebut adalah 4.
4. Untuk
soal bentuk jawaban singkat (short answer) dan melengkapi (completion)
Keterangan
:
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
|
|||
|
|||
Contoh
:
Seorang
pserta didik dapat menjawab 7 dari 10 soal dengan bentuk jawaban singkat.
Dengan demikian peserta didik tersebut memiliki skor sebanyak 7.
Dalam
menghitung jumlah jawaban yang benar haruslah dilihat dari banyak titik-titik
yang disediakan bukan dilihat dari banyak soal yang diberikan, karena bisa jadi
titik-titik yang disediakan tidakselalu diiringi soal-soal.
Pendeteksian
Ketidakwajaran
Selain
mengajar, seorang guru juga menyiapkan perangkat pengukuran, untuk
mengukur kemampuan siswa. Hal tersebut berfungsi untuk
mengetahui hasil belajar siswa dan merupakan bagian dari kegiatan evaluasi.
Utnuk mengetahui ahasil belajar siswa dalam ranah kognitif diperlukan suatu
instrument yakni tes. Dalam menyusun perangkat tes, guru harus mengetahui
teknik konstruksi konstruksi tes. Tes yang dibuat ini harus sesuai dengan
kaidah dan memenuhi syarat tes yang baik. Instrument tes yang tidak baik dapat
menghasilkan skor yang tidak valid dan tidak wajar atau timpang. Oleh karena
itu perlu dilakukan pendeteksian ketidakwajarn skor, sehingga hasil tes tidak lagi
menyesatkan. Kegiatan mendeteksi ketidakwajaran hasil belajar ini
jarang dilakukan oleh guru, sehingga kemampuan siswa yang sebenarnya sulit
dideteksi. Padahal dengan mendeteksi ketidakwajaran hasilnya dapat dijadikan
umpan balik bagi guru dalam menyusun dan mengembangkan instrument tes. Berikut
adalah macam-macam ketidakwajaran:
1.
Ketidakwajaran peserta tes,
Siswa yang memiliki kemampuan tinggi
memperoleh skor rendah. Sebaliknya siswa yang berkemampuan rendah memperoleh
skor tinggi, mungkin karena menyontek atau memperoleh bocoran soal.
Ketidakwajaran seperti ini tidak terletak pada butir soal, melainkan pada pengguna
butir soal (siswa).
Ketidakwajaran juga dapat bersumber kondisi penilaian. Nitko
(1996:91-94) dan Wiersma dan Jurs (1990:340) menyatakan tekanan mental peserta
tes, seperti cemas, khawatir, takut gagal, kekurangmampuan dalam menulis, dapat
menyebabkan peserta tes tidak berhasil menjawab secara benar butir-butir tes.
Sebagai akibatnya siswa-siswa seperti ini akan memperoleh skor yang tidak tepat
(tidak sesuai dengan kemampuan mereka sebenarnya). Faktor ketidakwajaran dari
sisi peserta tes ini dapat berupa individual dan kelompok.
2.
Ketidakwajaran butir soal,
Ketidakwajaran
jenis ini terjadi pada butir soal,sehingga butir soal menjadi bias. Faktor ketidakwajaran dari butir soal ini dapat berupa
satuan butir soal dan adapula yang berupa keseluruhan butir soal. Butir soal tersebut menimbulkan skor yang berbeda pada dua kelompok siswa yang
memiliki kemampuan yang sama. Skor merupakan
cerminan kemampuan siswa. Skor diperoleh dari responsi siswa terhadap stimulus
yang diberikan. Apabila dikaji secara mendalam skor yang diperoleh siswa dari
tes terdiri dari skor tulen dan skor keliru. Jika diperhatikan skor yang diperoleh siswa kemungkinan
dapat menyesatkan artinya semakin besar skor keliru, maka semakin besar terjadinya
ketidakwajaran skor siswa. Untuk mengatasi kekeliruan makna dari skor yang
diperoleh siswa diperlukan pendeteksian ketidakwajaran skor.
Jika ketimpangan skor terjadi akibat kesalahan pada butir soal sedangkan
peserta tes wajar maka ketimpangan ini disebut sebagai bias butir soal. Bias
butir ini terjadi pada seluruh kelompok peserta tes (kelompok). Sedangkan
ketimpangan skor akibat individu siswanya disebut sebagai ketimpangan skor. Sedangkan
ketimpangan yang terjadi pada seluruh butir soal disebut sebagai bias ujites.
Pendeteksian ini berfungsi untuk
mencari skor tulen. Hal ini disebabkan skor tulen tidak akan mengalami perubahan
(konsisten), karena skor tulen diperoleh dari butir yang benar-benar dipahami
siswa.
Berdasarkan
hasil skor dari masing-masing siswa kemudian dideteksi ketidakwajaran skor. Proses penyusunan instrumen tes dilakukan
dengan proses pengkalibrasian sampai diperoleh tes yang memenuhi
persyaratan. Untuk mendeteksi ketidakwajaran skor yang diperoleh siswa
menggunakan metode SatoHarnisch-Linn dengan rumus sebagai
berikut;
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran Prinsip-Teknik-Prosedur.Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
S,
Wakhinuddin.(2010). Ketidakwajaran Sekor Tes. (Online).Tersedia: http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/01/18/ketidakwajaran-sekor-tes/ (11
April 2014)
Susetyo,Budi.(tanpa
tahun). Pendeteksian
Ketidakwajaran Skor Siswa.(online).Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195809071987031-BUDI_SUSETYO/Pendeteksian_ketidakwajaran_skorx.pdf (11 April
2014)
SKORING
Penskoran untuk Tes Uraian
Dalam melakukan penskoran
pada tes uraian biasanya digunakan system bobot (weight) yang diberikan pada setiap butir soal,
didasarkan dan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau
banyak sedikitnya unsur yang terdapat dalam jawaban yang dianggap paling benar.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian kebenaran jawaban untuk soal
bentuk uraian, adalah sebagai berikut:
1. Kebenaran isi, sesuai dengan materi yang ditanyakan
2. Sistematika atau uraian logis dalam penjabaran gagasan
3. Bahasa yang digunakan.
System penilaiannya dapat mengacu pada acuan
norma dan atau penilaian acuan patokan.
Menurut
Arifin (2012:223), system wigth dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan
tingkat kesukaran soal. Misalnya, untuk soal yang tergolong mudah skor maksimum
yang diberikan adalah 6, sedangakn untuk soal-soal dengan tingkat kesukaran
sedang memiliki skor maksimum sebesar 7 dan soal dengan tingkat kesulitan
tinggi memiliki skor maksimum 10. sehingga, dalam skor keseluruhannya tidak
memungkinkan siswanya dapat memperoleh skor maksimum sepuluh.
Berikut adalah rumus matematik untuk menentukan skor dengan
metode ini:
Kedua, bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu dan pasti
sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Misalnya, soal dengan tingkat kesulitan
rendah diberian skor 3, sedangkan skor untuk soal yang memiliki tingkat
kesulitan sedang adalah 4 dan skor untuk soal-soal yang sukar adalah 5. Dengan
cara kedua ini, siswa memungkinkan untuk mendapatkan skor sepuluh.
Berikut adalah rumus matematik untuk menentukan
skor dengan metode ini:
Contoh 1 (metode1) :
Seorang peserta didik diberi empat soal dalam
bentuk uraian. Setiap soal diberi skor (X) maksimum dalam rentang 1-10 sesuai
dengan kualitas jawaban peserta didik. Berikut adalah salah satu contoh
perhitungan dalam pemberian skor dengan cara pertama (bobot sebagai skor
maksimum) :
NO
|
Tingkat
Kesukaran
|
Jawaban
|
Skor
(X)
|
1
|
Mudah
|
Betul
|
6
|
2
|
Sedang
|
Betul
|
7
|
3
|
Sedang
|
Betul
|
9
|
4
|
Sulit
|
Betul
|
7
|
TOTAL
|
29
|
Perhitungan :
|
|||
|
|||
Jadi, skor peserta didik tersebut adalah:
Contoh II (metode2):
Seorang peserta didik mengikuti ujian dengan
tiga soal dalam bentuk uraian. Masing-masing soal diberi bobot sesuai dengan
tingkat kesukarannya, yakni bobot lima untuk soal sukar; bobot 4 untuk soall
yang sedang dan bobot 3 untuk soal-soal dengan tingkat kesukaran rendah. Tiap
soal diberikan suatu skor (X) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas
jawaban yang betul. Kemudian skor (X) yang dicapai oleh setiap peserta didik
dikalikan dengan bobot setiap soal. Hasil perhitungannya adalah sebagai
berikut:
NO
|
Tingkat Kesukaran
|
Jawaban
|
Skor (X)
|
Bobot (B)
|
XB
|
1
|
Mudah
|
Betul
|
10
|
3
|
30
|
2
|
Sedang
|
Betul
|
10
|
4
|
40
|
3
|
Sulit
|
Betul
|
10
|
5
|
50
|
TOTAL
|
12
|
120
|
Perhitungan
Skor :
Jadi, skor
siswa tersebut dihitung dari metode kedua ini adalah:
Untuk
memudahkan pemberian skor, sebaiknya digunakan sistem bobot dengan metode yang
kedua. Sistem bobot ini diberikan untuk soal uraian agar penilaian dapat
dilakukan secara adil berdasarkan kemampuan peserta didiknya dan tingkat
kesukaran soal. Metode ini dapat dilakukan dalam uraian biasa, yakni uraian
bebas dan uraian terbatas. Dalam menentukan skor pada soal bentuk uraian
objektif (BUO) dapat dilakuakn beberapa tahapan, yakni sebagai berikut:
a. Tuliskan
semua katakunci atau kemungkinan jawaban benar untuk setiap butir soal
b. Setiap
kunci diberikan skor baik untuk jawaban yang salah maupun jawaban yang benar
c. Jika satu
soal memiliki beberaa subpertanyaan, maka perincilah kata kunci untuk setiap
subpertanyaan dan buatlah skor masing-masing
d. Jumlahkan
skor dari seluruh kata kunci dan skor inilah yang disebut sebagai skor
maksimum.
Sedangkan dalam penskoran uraian non-objektif, skor dijabarkan
dalam rentang. Rentang skor disesuaikan dengan kompleksitas jawaban, seperti
0-1, 0-4, 0-6, 0-8, 0-10 dan lain-lain. Siswa yang tidak menjawab apapun diberi
skor minimum yakni 0. Sedangkan skor maksimum yang mungkin diperoleh siswa,
ditentukan oleh penyusunan soal dan keadaan jawaban yang ditentukandalam soal
tersebut.
Adapun
langkah-langkah pemberian skor untuk BUNO adalah sebagai berikut :
a. Tuliskan
garis-garis besar jawaban sebagai criteria jawaban untuk dijadikan pegangan
dalam pemberian skor
b. Tetapkan
rentang skor untuk setiap criteria jawaban
c. Pemberian
skor pada setiap jawaban bergantung pada kualitas jawaban siswa
d. Periksa
soal dari setiap nomor dari seluruh peserta
e. Jumlah
skor yang diperoleh dari setiap criteria jawaban dijadikan sebagai skor peserta
didik.
Untuk
soal bentuk uraian objektif (BUO) dan bentuk uraian non objectif (BUNO) harus
menggunakan pedoman seperti padacontoh di bawah ini:
Contoh
III (BUO):
Indicator :
dapat menyebutkan turunan benzene
Soal : sebutkan
lima turunan benzene yang anda ketahui !
NO
|
Kunci Jawaban
|
Skor
|
1
|
Fenol
|
1
|
2
|
Toluene
|
1
|
3
|
Aniline
|
1
|
4
|
Asam benzoat
|
1
|
5
|
Nitro benzena
|
1
|
TOTAL
|
5
|
Contoh IV
(BUO):
Indicator :
dapat menentukan massa endapan pada proses elektrolisis
Soal : sebanyak
100ml larutan CrCl3 1M dielektrolisis dengan arus 4A. jika
diketahui
Ar Cr =
52; 1F = 96500 maka waktu yang diperlukan untuk mengendapkan logam
krom
sebanyak 3,88 gram
1. Tuliskan
reaksi reduksi yang terjadi pada sel elektrolisis tersebut!
2. Hitung
berapa mol ion krom yang tereduksi!
3. Hitung
berapa banyak mol muatan yang mengalir pada sel elektrolisis tersebut!
4. Hitung
berapa waktu yang diperlukan untuk mengendapkan logam krom tersebut!
Kunci Jawaban
|
Skor
|
1. Cr3+ +
3e Cr
2. Mol = massa/Ar
= 3,88/52
=
0,07
3. Mol e = mol Cr3+ x 3
=
0,07 mol x 3
=
0,2 mol
4. Q =
I x t
N
e x 1F = I x t
0,2
x 96500 = 4A x t
t
= 5066,25 s
|
2
2
2
4
|
TOTAL
|
10
|
Contoh V
(BUNO) :
Kriteria
Jawaban
|
Rentang Skor
|
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan
alam Indonesia
|
0-2
|
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan
tanah air Indonesia (Pemandangan alam, Geografis, dsb)
|
0-2
|
Kebanggaan yang berkaitan dengan
keanekaragaman budaya, suku, adat-istiadat tetapi dapat bersatu
|
0-3
|
Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan
masyarakat Indonesia
|
0-2
|
Skor Maksimum
|
9
|
Untuk
meningkatkan objektivitas hasil pemeriksaan jawaban, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, antara lain :
1. Untuk memperoleh
soal bentuk uraian yang baik harus disusun rencana yang baik pula.
2. Dalam menulis soal
bentuk uraian, guru harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang
ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalam dan panjang jawaban
atau perincian jawaban yang mungkin diberikan oleh peserta didik.
3. Setelah menulis
soal, guru harus menyusun kunci jawaban atau pokok-pokok jawaban dan pedoman
penskoran. Pedoman penskoran ini berisi tentang:
a. Batasan
atau kata-kata kunci untuk melaksanakan penskoran terhadap soal bentuk uraian
objektif.
b. Kriteria
jawaban digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal bentuk uraian
nonobjektif
4. Semua identitas
peserta didik harus disembunyikan agar tidak terlihat sebelum dan selama
memeriksa
5. Jauhkanlah hal-hal
yang dapat mempengaruhi subjektivitas pemberian skor, seperti bentuk tulisan/
huruf, ukuran kertas, ejaan, struktur kalimat, kerapian, dll
Penskoran untuk Tes Objektif
Ada dua cara untuk memberikan skor pada soal objektif, yakni:
1. Tanpa
Rumus Tebakan (Non-Geussing Formula)
Digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebenarannya.
Caranya adalah menghitung jumlah jawaban yang betul saja. Setiap jawaban yang
benar diberi skor 1 dan yang salah diberi skor 0.
Jadi,
skor = jumlah jawaban yang benar.
2. Menggunakan
Rumus Tebakan (Geussing Formula)
Rumus tersebut digunakan untuk memberikan skor pada soal-soal yang
sudah pernah diujicobakan dan diberikan kepada siswa sehingga sudah diketahui
tingkat kebenaran siswanya dalam menjawab soal-soal tersebut.
a. Untuk
soal yangberbentuk Benar-Salah (true-false)
Rumus:
Contoh :
Seorang
siswa mengikuti tes, dan diberikan soal berbentuk objektif true-false. Siswa
tersebut mampu menjawab dengan benar sebanyak 7 soal dari total 10 soal. Hitung
berapa skor yang didapat siswa tersebut.
b. Untuk
Item Berbentuk Pilihan Ganda (multiple choice)
Rumus :
|
Contoh :
Seorang
siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan
kepadanya. Jumlah option pada setiap butir soal adalah sebanyak 4.
Maka skor siswa tersebut adalah:
= 6
Menurut
Rofieq (2008), selain menggunakan rumusan diatas untuk menghitung skor tes
objektif bentuk pilhan ganda, juga dapat digunakan tiga macam metode yakni :
a. Penskoran
tanpa koreksi
Metode
ini dilakukan dengan memberikan skor 1 untuk soal yang dijawab dengan benar
(namun sesuai dengan bobot soal). Skor peserta didik dapat diperoleh dengan
rumus sebagai berikut :
|
|||
|
|||
Contoh :
Seorang
siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan
kepadanya. Maka skor siswa tersebut adalah:
b. Penskoran
dengan koreksi jawaban
Metode
ini dilakukan dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah
dan yang yang tidak dijawab. Rumus matematisnya adalah sebagai berikut :
|
|||
|
|||
Contoh :
Seorang
siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan
kepadanya. Jumlah option pada setiap butir soal adalah sebanyak 4.
Maka skor siswa tersebut adalah:
c. Penskoran
dengan butir beda bobot
Setiap
soal memiliki bobot masing-masing, biasanya disesuaikan degan tingkatan
kognitif (mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan
mengevaluasi) yang telah diteta[kan oleh guru. Rumusan secara matematisnya
adalah sebagai berikut:
|
Contoh :
Bayu
mengikuti ujian Kimia. Soal yang diujikan terdiri dari 30 soal yang terdiri
dari 6 jenjang konitif. Jenjang C1 diberi bobot 1, C2 dengan bobot 2, C3 dengan
bobot 3, C4 dengan bobot 4, C5 dengan bobot 5 dan C6 dengan bobot 6. Bayu dapat
menjawab 7 soal dari 13 soal C3, 2 soal dari 5 soal C2, 2 soal dari 4soal C1, 2
soal dari 4soal C4, 2 soal dari 2 soal C5 dan bayu tidak dapat menjawab satu
soal pun dari 2 soal C6.
Jenjang Domain Kognitif
|
Jumlah Soal (N)
|
Bobot (b)
|
Jumlah soal x Bobot (Nxb)
|
B
|
B x b
|
C1
|
4
|
1
|
4
|
2
|
2
|
C2
|
5
|
2
|
10
|
2
|
4
|
C3
|
13
|
3
|
39
|
7
|
21
|
C4
|
4
|
4
|
16
|
2
|
8
|
C5
|
2
|
5
|
10
|
2
|
10
|
C6
|
2
|
6
|
12
|
0
|
0
|
TOTAL
|
30
|
|
91
|
15
|
55
|
3. Untuk
soal bentuk menjodohkan
rumusan
untuk mencari skor dari soal-soal berbentuk menjodohkan adalah sebagai berikut:
|
|||
|
Contoh :
Soal
|
Kunci Jawaban
|
Jawaban Testi
|
|
(1)
|
A…………………………….
|
……………..y………………
|
x
|
B…………………………….
|
……………..x………………
|
Y
|
|
C…………………………….
|
……………..z………………
|
z
|
|
(2)
|
A…………………………….
|
……………..r………………
|
P
|
B…………………………….
|
……………..p………………
|
R
|
|
C…………………………….
|
……………..q………………
|
Q
|
|
D…………………………….
|
……………..w………………
|
W
|
Dilihat
dari jawaban peserta didik terhadap kunci jawaban, maka peserta didik tersebut
mampu menjawab dengan benar 1 nomor pada soal nomor 1 dan menjawab 2
soal dengan benar dari soal nomor 2. Jadi skor peserta didik tersebut adalah 4.
4. Untuk soal
bentuk jawaban singkat (short answer) dan melengkapi (completion)
|
|||
|
|||
Contoh
:
Seorang
pserta didik dapat menjawab 7 dari 10 soal dengan bentuk jawaban singkat.
Dengan demikian peserta didik tersebut memiliki skor sebanyak 7.
Dalam
menghitung jumlah jawaban yang benar haruslah dilihat dari banyak titik-titik
yang disediakan bukan dilihat dari banyak soal yang diberikan, karena bisa jadi
titik-titik yang disediakan tidakselalu diiringi soal-soal.
Pendeteksian
Ketidakwajaran
Selain
mengajar, seorang guru juga menyiapkan perangkat pengukuran, untuk
mengukur kemampuan siswa. Hal tersebut berfungsi untuk
mengetahui hasil belajar siswa dan merupakan bagian dari kegiatan evaluasi.
Utnuk mengetahui ahasil belajar siswa dalam ranah kognitif diperlukan suatu
instrument yakni tes. Dalam menyusun perangkat tes, guru harus mengetahui
teknik konstruksi konstruksi tes. Tes yang dibuat ini harus sesuai dengan
kaidah dan memenuhi syarat tes yang baik. Instrument tes yang tidak baik dapat
menghasilkan skor yang tidak valid dan tidak wajar atau timpang. Oleh karena
itu perlu dilakukan pendeteksian ketidakwajarn skor, sehingga hasil tes tidak lagi
menyesatkan. Kegiatan mendeteksi ketidakwajaran hasil belajar ini
jarang dilakukan oleh guru, sehingga kemampuan siswa yang sebenarnya sulit
dideteksi. Padahal dengan mendeteksi ketidakwajaran hasilnya dapat dijadikan
umpan balik bagi guru dalam menyusun dan mengembangkan instrument tes. Berikut
adalah macam-macam ketidakwajaran:
1.
Ketidakwajaran peserta tes,
Siswa yang memiliki kemampuan tinggi
memperoleh skor rendah. Sebaliknya siswa yang berkemampuan rendah memperoleh
skor tinggi, mungkin karena menyontek atau memperoleh bocoran soal.
Ketidakwajaran seperti ini tidak terletak pada butir soal, melainkan pada pengguna
butir soal (siswa).
Ketidakwajaran juga dapat bersumber kondisi penilaian. Nitko
(1996:91-94) dan Wiersma dan Jurs (1990:340) menyatakan tekanan mental peserta
tes, seperti cemas, khawatir, takut gagal, kekurangmampuan dalam menulis, dapat
menyebabkan peserta tes tidak berhasil menjawab secara benar butir-butir tes.
Sebagai akibatnya siswa-siswa seperti ini akan memperoleh skor yang tidak tepat
(tidak sesuai dengan kemampuan mereka sebenarnya). Faktor ketidakwajaran dari
sisi peserta tes ini dapat berupa individual dan kelompok.
2.
Ketidakwajaran butir soal,
Ketidakwajaran
jenis ini terjadi pada butir soal,sehingga butir soal menjadi bias. Faktor ketidakwajaran dari butir soal ini dapat berupa
satuan butir soal dan adapula yang berupa keseluruhan butir soal. Butir soal tersebut menimbulkan skor yang berbeda pada dua kelompok siswa yang
memiliki kemampuan yang sama. Skor merupakan
cerminan kemampuan siswa. Skor diperoleh dari responsi siswa terhadap stimulus
yang diberikan. Apabila dikaji secara mendalam skor yang diperoleh siswa dari
tes terdiri dari skor tulen dan skor keliru. Jika diperhatikan skor yang diperoleh siswa kemungkinan
dapat menyesatkan artinya semakin besar skor keliru, maka semakin besar terjadinya
ketidakwajaran skor siswa. Untuk mengatasi kekeliruan makna dari skor yang
diperoleh siswa diperlukan pendeteksian ketidakwajaran skor.
Jika ketimpangan skor terjadi akibat kesalahan pada butir soal sedangkan
peserta tes wajar maka ketimpangan ini disebut sebagai bias butir soal. Bias
butir ini terjadi pada seluruh kelompok peserta tes (kelompok). Sedangkan
ketimpangan skor akibat individu siswanya disebut sebagai ketimpangan skor. Sedangkan
ketimpangan yang terjadi pada seluruh butir soal disebut sebagai bias ujites.
Pendeteksian ini berfungsi untuk
mencari skor tulen. Hal ini disebabkan skor tulen tidak akan mengalami perubahan
(konsisten), karena skor tulen diperoleh dari butir yang benar-benar dipahami
siswa.
Berdasarkan
hasil skor dari masing-masing siswa kemudian dideteksi ketidakwajaran skor. Proses penyusunan instrumen tes dilakukan
dengan proses pengkalibrasian sampai diperoleh tes yang memenuhi
persyaratan. Untuk mendeteksi ketidakwajaran skor yang diperoleh siswa
menggunakan metode SatoHarnisch-Linn dengan rumus sebagai
berikut;
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran Prinsip-Teknik-Prosedur.Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
S,
Wakhinuddin.(2010). Ketidakwajaran Sekor Tes. (Online).Tersedia: http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/01/18/ketidakwajaran-sekor-tes/ (11
April 2014)
Susetyo,Budi.(tanpa
tahun). Pendeteksian
Ketidakwajaran Skor Siswa.(online).Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195809071987031-BUDI_SUSETYO/Pendeteksian_ketidakwajaran_skorx.pdf (11 April
2014)
0 komentar:
Posting Komentar