MAKALAH
PENDEKATAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah
Kurikulum
Pembelajaran
Tanggal
Praktikum : 24 Februari 2014
Dosen Pembimbing :
Drs. Didi Supriadie, M.Pd.
disusun oleh :
Laela Nurjanah (1204824)
Seli Yuliawati (1201752)
Yeyet Siti Nurhaeti (1203113)
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
BANDUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan
kurikulum merupakan suatu kegiatan yang memberikan jawaban atas sejumlah
tuntutan kebutuhan yang berkembang pada pendidikan. Pengembangan kurikulum
dilakukan atas sejumlah komponen pada pendidikan, di antaranya pada
pembelajaran yang merupakan implementasi dari kurikulum. Hasil dari proses ini
adalah adanya perubahan pada guru dan siswa, serta komponen lainnya. Pandangan
tentang kurikulum dikenal dalam dimensi kurikulum yang membedakan peran dan
fungsinya. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai seluk beluk kurikulum.
Dalam
pengembangan kurikulum terdapat pendekatan dan model pengembangan kurikulum.
Pendekatan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Dengan demikian pendekatan
pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum
tentang proses pengembangan kurikulum. Sedangkan model dalam kurikulum adalah
komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan.
Banyak
model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi
juga perlu disesuaikan dengan system pendidikan dan system pengelolaan
pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model
pengembangan kurikulum dalam system pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya
sentralisasi berbeda dengan yang sifatnya desentralisasi. Model pengembangan
dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulm
humanistik, teknologis, dan rekonstruksi social.
B. Rumusan Masalah
1. apa yang dimaksud dengan pendekatan dan model
pengembangan kurikulum?
2. apa saja macam-macam pendekatan dan model pengembangan
kurikulum?
3. bagaimana kesiapan pelaksana kurikulum dalam
mengimplementasikan kurikulum 2013 yang menggunakan model pengembangan
administrator?
C. Tujuan
1. untuk mengetahui pengertian Pendekatan dan Model
Pengembangan Kurikulum
2. untuk mengetahui macam – macam Pendekatan dan Model
Pengembangan Kurikulum
3. Untuk mengetahui kesiapan pelaksana kurikulum dalam
mengimplementasikan kurikulum 2013 yang menggunakan model pengembangan
administrator
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dalam
pengembangan kurikulum terdapat pendekatan dan model pengembangan kurikulum.
Pendekatan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Dengan demikian pendekatan
pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum
tentang proses pengembangan kurikulum. Sedangkan model dalam kurikulum adalah
komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan.
Dalam
mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi yaitu
administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu
pengetahuan, guru-guru dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari
pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam
pengembangankurikulum adalah administrator, guru, dan orang tua.
Administrator
pendidikan terdiri atas: direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan
kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor kabupaten dan kecamatan serta
kepala sekolah. Peranan para administrator ditingkat pusat (direktur dan kepala
pusat) dalam pengembangan kurikulum adalah menyusun dasar-dasar acto, menyusun
kerangka dasar serta program inti kurikulum. Atas dasar kerangka dasar dan
program inti tersebut para administrator daerah (kepala kantor wilayah) dan
administrator local (kabupaten, kecamatan, dan kepala sekolah) mengembangkan
kurikulum sekolah bagi daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Para
kepala sekolah terlibat dalam pengembangan dan implementasi
kurikulum,memberikan dorongan dan bimbingan kepada guru-guru.
Pengembangan
kurikulum bukan saja didasarkan atas perubahan tuntutan kehidupan dalam
masyarakat, tetapi juga perlu dilandasi oleh perkembangan konsep-konsepdalam
ilmu. Oleh karena itu pengembangankurikulum membutuhkan bantuan pemikiran para
ahli, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum, maupun ahli bidang study / disiplin
ilmu.
Partisipasi
para ahli pendidikan dan ahli kurikulum terutama sangat dibutuhkan dalam
pengembangan kurikulum pada tingkat pusat. Apabila pengembangan kurikulum sudah
banyak dilakukan pada tingkat daerah atau local,maka partisipasi mereka pada
tingkat daerah, local, juga sekolah sangat diperlukan, sebab apa yang telah
digariskan pada tingkat pusat belum tentu dapat dengan mudah dipahami oleh para
pengembang dan pelaksana kurikulum didaerah. Pengembangan kurikulum juga
membutuhkan partisipasi para ahli bidang studi / bidang ilmu yang juga
mempunyai wawasan tentang pendidikan serta perkembangan tuntutan masyarakat.
Sumbangan mereka dalam memilih materi bidang ilmu, yang mutakhir dan sesuai
dengan perkembangan kebutuhan masyarakat sangat diperlukan.
Guru
memegang peranan yang cukuppenting baikdidalamperencanaan maupun pelaksanaan
kurikulum. Salah satuperananguru adalah menilai implementasi kurikulum dalam
lingkup yang lebih luas. Hasil-hasil penilaian demikian akan sangat membantu
pengembangan kurikulum,untukmemahami hambatan-hambatan dalam implementasi
kurikulum dan juga dapat membantu mencari cara untuk mengoptimalkan kegiatan
guru.
Peranan
orang tua dalam pengembangan kurikulum berkenaan dengan dua hal : pertama dalam
penyusan kurikulum dankedua dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam penyusunan
kurikulum tidak semuaorangtua ikut serta,hanya terbatas kepada orang saja yang
cukup waktu dan mempunyai latar belakang yang memadai. Peranan orang tua lebih
besar dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum diperlukankerja
samayang sangat erat antara guru atau sekolah denganpara orang tua murid.
Sebagian kegiatan belajar yang dituntut kurikulum dilaksanakan dirumah, dan
orang tua sewajarnya mengikuti atau mengamati kegiatan belajar anaknya dirumah.
Dalam
pengembangan kurikulum terdapat actor-faktor yang mempengaruhinya yaitu
perguruan tinggi, masyarakat dan system nilai. Kurikulum mendapat dua pengaruh
dari perguruan tinggi yaitu dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dikembangkan diperguruan tinggi umum dan pengembangan ilmu pendidikan dan
keguruan serta penyiapan guru-guru di perguruan tinggi keguruan. Pengaruh dari
masyarakat adalah dari dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di
masyarakat mempengaruhi pengembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya
mempersiapkan anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha.
Pengaruh dari system nilai yaitu adanya masalah utama yang dihadapi para
pengembang kurikulum menghadapi nilai bahwa dalam masyarakat nilai itu tidak
hanya satu.
B.
Pendekatan dan Model Pengembangan Kurikulm
1. Pendekatan Pengembangan
Kurikulum
Pendekatan
dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu
proses tertentu. Sedangkan pendekatan pengembangan kurikulum merujuk pada titik
tolak atau sudut pandang umum tentang proses pengembangan kurikulum. Menurut
Sukamadinata (2000:I), pengembangan kurikulum bisa diartikan sebagai penyusunan
kurikulum yang sama sekali baru (curriculum
construction), bisa juga menyempurnakan kurikululm yang telah ada (curriculum improvement). Pengembangan
kurikulum berisi tentang penyusunan seluruh perangkat kurikulum (dasar-dasar
kurikulum, struktur dan sebara mata pelajaran, garis-garis besar program
pengajaran, pedoman-pedoman pelaksanaan yang disbut juga macro curriculum) dan penjabaran kurikulum menjadi
persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dilakukan oleh guru sperti
menyusun rencana tahunan, caturwulan, satuan pelajaran dan lain-lain (micro curriculum). Pengembangan
kurikulum itu sendiri bergantung pada pendekatan dan model pengembangan
kurikulum.
Ada
dua jenis pendekatan kurikulum, yakni pertama pendekatan top down atau pendekatan administrative yaitu pendekatan dengan
sistem komando dari atas ke bawah, kedua pendekatan grass root atau pengembangan kurikulumyang diawalli oleh inisiatif
dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan
istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
1. Pendekatan Top down
Pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para
administrator atau dari pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen
atau para kepala kantor wilayah. Selanjutnya, melalui komando akan
disebarluaskan ke bawah atau disebut sebagai line staff model. Diterapkan dalam system pendidikan sentralisasi.
Prosedur
pengembangn kurikulum model ini dilakukan sebagai berikut:
Langkah
pertama, pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan
yang terdiri dari para pengawas pendidikan, ahli kurikulum, disiplin ilmu
ataupun tokoh-tokoh dari dunia kerja. Tugasnya dalah merumuskan konsep dasar,
garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum
pendidikan.
Langkah
kedua, menyusun tim untuk menjabarkan kebijakan atau
rumusan-rumusan yang telah dibentuk pada langkah pertama. Anggotanya adalah ahli kurikulum, ahli disiplin
ilmu dari berbagai perguruan tinggi dan guru-guru senior yang diaggap telah
berpengalaman. Tugas utamanya adalah untuk menjabarkan rumusan kebijakan menjadi lebih operasional, memilih
dan menyusun sequence bahan
pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat petunjuk dan cara
pengevaluasian serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
Langkah
ketiga, penyerahan hasil perumusan dan penjabaran kepada tim
perumus untuk dikaji dan direvisi. selain itu, bisa juga melakukan uji coba dan
dievaluasi kelayakannya. Hal ini dapat dijadikan sebagai bahan penyempurnaan.
Langkah
keempat, kurikulum diimplementasikan disetiap sekolah
berdasarkan komando dari administrator.
Pada
prinsipnya pengembangan kurikulum dengan model ini bersifat tidak demokratis,
Karena prakarsa, inisiatif dan arahan dilakukan melalui garis staf hirarkis
dari atas ke bawah, bukan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke
atas; Pengalaman menunjukkan bahwa model ini bukan alat yang efektif dalam
perubahan kurikulum secara signifikan, karena perubahan kurikulum tidak mengacu
pada perubahan masyarakat, melainkan semata-mata melalui manipulasi organisasi
dengan pembentukkan macam-macam kepanitian. Kelemahan utama dari model
administratif adalah diterapkannya konsep dua fase, yakni konsep yang mengubah
kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara uniform melalui sistem sekolah
dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni penyiapan dokumen kurikulum baru, dan
fase pelaksanaan dokumen kurikulum tersebut.
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa model pendekatan ini menitik beratkan
pada pembuatan dan penyusunan kurikulum oleh pemegang kebijakan, sedangkan guru
hanya berperan sebagai pelaksana kebijakan sesuai dengan komando pemegnag
kebijakan. Oleh karena itu, proses pengembangan top down ini juga disebut
sebagai pendekatan system komando.
2. Pendekatan
Grass Roots
Pada
pendekatan ini kurikulum dikembangkan dari bawah keatas, yakni guru sebagai
implementator memberikan inisiatif dalam pengembangan kurikulumnya lalu
inisiatif ini dikembangkan kelingkungan yang lebih luas. Pendekatan ini disebut
juga sebagai pendekatan bawah ke atas. Prinsip dasar ini lebih banyak digunakan
dalam penyempurnaan kurikulum, namun dalam skala yang terbatas dapat juga
digunakan untuk mengembangkan kurikulum baru.
Guru
dapat berinisitif juka kurikulum yang digunakan bersifat fleksibel, sehingga
memebrikan kesempatan pada guru untuk memperbaharui dan menyempurnakan
kurikulum yang sedang diberlakukan. Hal ini bisa dilakukan jika guru yang
bersangkutan bersikap professional dan memiliki kemampuan yang memadai.
Langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam penyempurnaan kurikulum ini, adalah sebagai berikut:
Langkah pertama, kesadaran
akan adanya masalah. Seperti, dirasa adanya ketidakcocokan penggunaan strategi
pembelajaran, kegiatan evaluasi yang tidak tepat dan lain lain. Kesadaran
inilah yang menjadi kunci dalam model pendekatan ini.
Langkah kedua, mengadakan
refleksi. Setelah menyadari adanya masalah maka yang berikutnya dilakukan
adalah mencari penyebab-penyebabnya. Langkah ini dapat dilaksanakan dengan
melakukan pengkajian dari berbagai literature dan melakukan diskusi-diskusi
dengan teman sejawat dan lain lain.
Langkah ketiga, mengajukan
hipotesis. Dari berbagai literature dan hasil refleksi, guru memetakan
kemungkinan-kemungkinan penyelesaian permasalahannya. Inilah yang disebt
sebagai hipotesis atau dugaan sementara.
Langkah keempat, memilih
hipotesis yang memiliki kemungkinan terbesar dalam penyelesaian masalah
tersebut. Kemudian menyusun rencana penyelesaian masala-masalah tersebut.
Langkah kelima, mengimplementasikan
perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus hingga masalah tersebut
dapat diselesaikan.
Langkah keenam, membuat
laporan hasil pelaksanaan pengembangan kurikulum melalui grass root. Langkah ini penting sebagai bahan publikasi dan
diseminasi, sehingga dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain dan
dapat disebar luaskan.
Pada pendekatan
ini, kurikulum dikembangkan berdasarkan inisiatif guru sehingga guru memiliki
peran yang lebih besar daripada administrator. Dalam pendekatan ini,
administrator berperan sebagai fasilitator dan motivator. Penyempurnaan
kurikulum ini dapat dilakukan secara individual oleh guru ataupun dapat
dilakukan secara berkelompok oleh kelompok guru, maupun oleh sekolah. Model
pendekatan ini banyak diterapkan dalam system pendidikan desentralistik. Dengan
adanya otonomi dalam mengembangkan dan menyempurnakan kurikulum, maka kana
terjadi adanya persaingan untuk mencapai kualitas yag setinggi-tingginya antar
daerah bahkan sekolah.
2. Model-model Pengembangan
Kurikulum
Menurut Good
(1972) dan Trvaers (1973), model adalah abstrasi dunia nyata atau representasi
peristiwa kompleks atau system, dalam bentuk naratif, matematis, grafis serta
lambing-lambang lainnya. Model adalah rancangan yang dapat digunakan untuk
menterjemahkan sesuatu ke dalam realitas yang bersifat lebih praktis. Model
digunakan untuk mempermudah komunikasi, sebagai petunjuk prespektif untuk
mengambil suatu keputusan atau sebagi petunjuk perencanaan untuk kegiatan
pengelolaan. Model yang baik adalah yang dapat dibaca secara menyeluruh dan
radikal oleh setiap orang. Model ini memiliki manfaat sebagai berikut:
a.dapat
menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia,
b.dapat
mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian,
c. dapat
menyederhanakan suatu proses yang kompleks, dan
d.dapat
digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.
Dalam
pengembangan kurikulum terdapat beberapa model yang dapat digunakan.
Model-model tersebut memiliki ciri khas baik dari keluasan pengembangannya
ataupun tahapan pengembangannya. Berikut adalah macam-macam pengembangan
kurikulum:
1. Model Tyler
Model
pengembangan menurut Tyler didasarkan pada empat hal, yakni tujuan pendidikan,
pengalaman belajar, pengorganisasian pengalaman belajar dan pengevaluasian.
a. Penentuan
Tujuan
Tujuan adalah sasaran
akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan
pendidikan harus dapat menggamarkan perilaku akhir peserta didik setelah
mengikuti program pendidikan. Oleh karena itu, sasaran akhir ini harus
dirumuskan secara jelas untuk memudahkan proses pencapaian dan penilaian
berhasil tidaknya suatu program pendidikan.
Penentuan tujuan ini
juga dipengaruhi oleh filsafat dan teori serta model kurikulum yang digunakan.
Perumusan tujuan pendidikan ini dipengaruhi oleh hakikat peserta didik, keadaan
masyarakat dan pendapat para ahli. Model pendekatan yang difokuskan pada kajian
ilmu pengetahuan lebih dikenal sebagai discipline
oriented. Pengembangan kurikulum humanistic lebih menekankan pada
pengembangan peserta didik dan biasa disebut sebagi child centered. Sedangkan,
kurikulum rekonstruksi social lebih menekankan pada perbaikan kehidupan
masyarakat dan dikenal sebagai society
centered.
Arah penentuan tujuan
pendidikan didasarkan pada lima factor, yakni pengembangan proses berfikir
peserta didik, membantu memperoleh informasi, mengembangkan sikap
kemasyarakatan, pengembangan minat siswa dan pengembangan sikap social. Factor
pertama dan kedua mengacu pada discipline
oriented, faktor keempat mengacu pada child
centered dan faktor lain mencerminkan pada society centered.
b. Menentukan
Proses Pembelajaran (Pengalaman Belajar)
Setelah tahu apa yang
akan dituju, maka langkah selanjutnya yakni menentukan langkah apa yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Proses pembelajaran yang seperti apa
yang dibutuhkan dan sesuai.
Perumusan ini hendaknya
mengacu pada siswa, jadi proses pembelajaran disesuaikan dengan minat, bakat
dan kemampuan yang telah dimiliki siswa. Proses pembelajaran ini menyangkut
berbagai interaksi, interaksi antar peserta didik, interaksi dengan
lingkungannya dan lain-lain. Oleh Karena itu penentuan proses pembelajaran
harus sesuai dengan tujuan pendidikan, harus dapat memuaskan siswa dan harus
melibatkan siswa dalam setiap rancangan pendidikannya.
Pengalaman pembelajaran
yang dapat dikembangkan dapat berupa kemampuan berfikir, pengalaman belajar
yang membantu siswa mengumpulkan informasi, mengembangkan sikap social dan
mengembangkan bakatnya.
c. Pengorganisasian
Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar
mencakup tahapan-tahapan belajar dan materi yang dipelajari. Pengorgainasian
berfungsi untuk memberikan penjelasan yang pasti tentang apa yang akan
dilakukan dalam proses pembelajaran tersebut.
Proses belajar dapat
dikembangkan dengan dua jenis pengorganisasian, yakni yang pertama secara
vertical. Pengorganisasian yang menghubungkan pengalaman belajar dalam bidang
kajian yang sama namun dalam tingkatan yang berbeda. Misalnya, pengorganisasian
pengalama belajar geografi pada kelas delapan dan sembilan. Jenis yang kedua,
yakni pengorganisasian horizontal, yakni pengorganisasian pengalaman belajar
dalam bidang kajian yang berbeda namun masih dalam tingkatan yang sama.
Misalnya, pengorganisasian pembelajaran kimia dan fisika pada kelas sepuluh.
Pengorganisasian proses
belajar ini harus menganut tiga prinsip, yaitu kontinouitas, urutan isi dan
integrasi.
Prinsip kontinou dibagi
menjadi dua yakni horizontal dan vertical. Prinsip kontinou vertical berarti
bahwa pengalaman belajar harus berkesinambungan sehingga dapat digunakan untuk
mengembangkan pengalam belajarnya pada tingkatan yang lebih lanjut. Sedangakn
prinsip kontinou horizontal, mengharuskan pengalaman belajar yang diperolah
oleh peserta didik harus mamapu mendukung ketrampilan pada bidang yang lainnya.
Sedangkan pada prinsip
isi, lebih ditekankan pada tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran dan
keluasan bahasannya. Sedangkan prinsip integrasi menjelaskan bahwa antara satu
tingkat dengan tingkat lain dan antara satu bidang dengan bidang lain harus
saling berkaitan, hal ini tidak jauh berbeda dengan prinsip kontinou.
d. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu
proses mengumpulkan data baik kualitatif maupun kuantitatif yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam mengambil keputusan. Dalam proses evaluasi ini,
proses-proses sebelumnya akan dikaji, sehingga dapat diketahui apakah program
tersebut telah berhasil atau belum, apakah tujuan-tujuan telah tercapai atau
belum. Inilah yang disebut sebagai fungsi sumatif. Dalam evaluasi akan dinilai
apakah telah terjadi perubahan tingkah laku pada peserta didik atau belum.
Perbandingan anatara keadaan awal dan akhir muthlak diperlukan. Dalam proses
evaluasi ini sebaiknya digunakan lebih dari satu instrument penilaian sehingga
hasil yang diperoleh lebih valid. Selain itu evaluasi juga berfungsi untuk
mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan evektif ata tidak. Fungsi
evaluasi ini disebut sebagai fungsi formatif.
1. Model
Taba (Inverted Model)
Model pengembangan kurikulum menurut Taba, lebih
menitik beratkan pada pengembangan kurikulum dengan perbaikan dan
penyempurnaan. Kurikulum dikembangkan secara induktif agar tercapai adanya
pembaharuan kurikulum. Menurutnya, guru merupakan faktor utama pengembang
kurikulum. Guru diposisikan sebagai innovator dalam pengembangangn kurikulum.
Langkah-langkah dalam mengembangkan kurikulum
menurut Hilda Taba adalah sebagai berikut:
a. Mengadakan
unit-unit hasil eksperimen
Sebelum mengadakan
unit-unit percobaan, guru harus melakukan perencanaan berdasarkan teori-teori
yang kuat, kemudian guru harus melakukan eksperimen didalam kelas agar data
yang dihasilkan bersifat empiric dan teruji.
Adapun
langkah-langkahnya adalah dengan mendiagnosis kebutuhan (menentukan
latarbelakang siswa, apa yang dibutuhkan dan diinginkan siswa dan kelebihan
serta kekerungan siswa); memformulasikan tujuan; memilih isi(sesuai tujuan,
validitas, dan kebermaknaan terhadap peserta didik); pengorganisasian isi;
pemilihan pengalaman belajar; pengorganisasian pengalaman belajar (berupa
paket-paket pembelajaran); menentukan alat evaluasi serta prosedurnya; melihat
sekuens dan keseimbangan kurikulum.
b. Menguji
unit eksperimen
Diujicobakan untuk
mengetahui validitas dan kepraktisan, sehingga diperoleh data sebagai bahan
penyempurnaan kurikulum.
c. Merevisi
dan mengkonsolidasi
Setelah dilakukan uji
coba hasil uji coba digunakan untuk melakukan perbaikan atau revisi. Selain itu
juga harus dilakukan konsolidasi untuk menyimpulkan hal-hal yang masih bersifat
umum dan menentukan konsistensi teori yang digunakan. Hasilnya adalh teaching learning yang telah teruji di
lapangan.
d. Pengembangan
keseluruhan kerangka kurikulum
Hasil penyempurnaan dan
konsiladasi harus dapat diterapkan secara menyeluruh dan dikaji lebihlanjut
oleh ahli kurikulum untuk dikembangkan lebih lanjut.
e. Implementais
dan Desiminasi
Hasil kajian tersebut
diimplementasikan dan sebarluaskan ke sekolah-sekolah. Dalam tahap ini dibutuhkan
data tentang kesulitan dan permasalahan-permasalahan di lapangan untuk mengetahui dengan pasti
persiapan implementator kurikulum.
2. Model
Oliva
Kurikulum harus
bersifat simple, komprehensif dan sistematik.
Model kurikulum yang
dikemukakan oleh Oliva terdiri dari 12 komponen, yakni:
Komponen
pertama, perumusan filosofis, sasaran, misi dan visi yang
didasarkan pada kebutuhan peserta didik dan analisis kebutuhan masyarakat.
(tujuan umum)
Komponen
kedua, Analisis tentang kebutuhan masyarakat disekitar
satuan pendidikan, kebutuhan dan urgensi dari disiplin ilmu. (tujuan khusus)
Komponen
ketiga dan keempat, berisi tujuan umum dan khusus yang
didasarkan kebutuhan.
Komponen
kelima, mengorganisasi rancangan dan implementasi kurikulum.
Komponen
keenam dan tujuh, penjabaran kurikullum dalam tujuan umum
dan khusus pembelajaran.
Komponen
kedelapan, penentuan strategi pembelajaran.
Komponen
Sembilan, studi awal kemungkinan strategi atau teknik
penilaian yang akan digunakan.
Komponen
sepuluh, implementasi strategi pembelajaran dan penyempurnaan
alat dan teknik
Komponen
sebelas dan duabelas, evaluasi terhadap pembelajaran dan
kurikulum.
Model
ini dapat digunakan untuk penyempurnaan kurikulum dalam bidang-bidang khusus;
sebagai bahan untuk membuat keputusan dalam merancang program dan sebagai
pengembangan program secara khusus.
3. Model
Beauchamp
Beauchamp mengungkapkan
terdapat lima langkah pengembangan kurikulum, yakni:
a. Menentukan
wilayah cakupan kurikulum
Wilayah yang akan
digunakan untuk menerapkan kurikulum tersebut. Langkah ini dilakukan oleh
pemegang kebijakan.
b. Menetapkan
persenolia
Menentukan orang-orang
yang akan terlibat dalam penerapan kurikulum ini. Terdapat empat kategori,
yakni: ahli kurikulum/pendidikan yang berkedudukan di pusat pengembangan
kurikulum; ahli pendidikan dari perguruan tinggi dan guru-guru terpilih; para
professional pendidikan; professional lain dan tokoh masyarakat. Dalam proses
ini ditentuka nsapa saja yang terlibat dan apa saja peran dan tugas yang harus
dilakukannya.
c. Organisasi
dan prosedur pengembangan kurikulum
Sebagai prosedur dalam
penentuan tujuan umum, tujuan khusus, pemilihan isi dan pengalaman belajar,
serta kegiatan evaluasi. Dalam tahap ini harus dilakukan beberapa hal yakni:
pembentukan tim pengembangan kurikulum, mengadakan penelitian dan penilaian
kurikulum yang telah berlaku, studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan
kurikulum baru, penentuan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru, dan
penyusunan serta penulisan kurikulum baru.
d. Implementasi
kurikulum
Implementasi ini
membutuhkan kesiapan guru, siswa, fasilitas, biaya, manajerial dan kepemimpinan
di sekolah.
e. Evaluasi
kurikulum
Hal-hal yang harus
dievaluasi adalah pelaksanaan kurikulum, desain kurikulumnya, hasil belajar
peserta didik, dan keseluruhan system kurikulum.
Hasil yang telah
terkumpul ini dijadikan sebagai bahan penyempurna kurikulum.
4. Model
Wheeler
Menurut Wheeler, proses
pengembangan kurikulum mebentukan suatu siklus yang terus berputar dan terdiri
dari lima tahapan. Suatu tahapan dapat dilakukan jika tahapan sebelumnya telah
berhasil dilakukan. Dan setelah semua tahapan terlewati maka siklus akan
kembali pada tahapan awal.
Tahapan-tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menentukan
tujuan umum dan khusus
Tujuan umum bersifat
normative yang mengandung tujuan filosofis dan bersifat praktis. Adapun tujuan
khusus lebih bersifat spesifik dan mudah terukur ketercapaiannya.
b. Menentukan
pengalaman belajar
Pengalaman belajar yang
harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
c. Menentukan
isi atau materi
Materi yang digunakan
disesuaikan dengan pengalaman belajar yang telah direncanakan.
d. Mengorganisasi
pengalaman belajar
Menyatukan pengalaman
belajar yang telah dirancang dan menyusunannya dengan masteri atau isi belajar.
e. Melakukan
evaluasi
Setiap tahap yang telah
dilakukan dikaji kembali dan dievaluasi.
5. Model
Nicholls
Model Nicholls juga
menggunakan pendekatan siklus, namun model pengembangan ini digunakan akibat
terjadinya perubahan sitiasi. Langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls,
yaitu:
a. Analisis
situasi,
b. Menentukan
tujuan khusus,
c. Menentukan
dan mengorganisasi isi pelajaran,
d. Menentuikan
dan mengorganisasi metode, dan
e. Evaluasi.
6. Model
Dynemic Skilbeck
Model ini cocok bagi
guru-guru yang ingin mengembangkan kurikulum sesuai dnegan kebutuhan sekolah.
Langkah-langkah dalam mengembangkan kurikulum menurut model ini adalah sebagai
berikut:
a. Menganalisis
situasi
b. Memformulasikan
tujuan
c. Menyusun
program
d. Interpretasi
dan implementasi, dan
e. Monitoring, feedback,
penilaian dan rekonstruksi.
7. Model
Miller-Seller
Model ini merupakan
model kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Taba’s &
Robison), dengan tahapan pengembangan sebagai berikut:
a. Klarifikasi
orientasi kurikulum
Dalam tahapan ini,
orientasi harus diuji dan diklarifikasi. Orientasi ini merefleksikan pandangan
filosofis, psikologis dan sosiologis. Dan ada tigfa jenis orientasi kerikulum
yaitu transmisi, transaksidan transformasi.
b. Pengembangan
tujuan
Mengembangkan tujuan
umum, tujuan khusus berdasarkan orientasi kurikulum yang bersangkutan. Tujuan
umum merefleksikan pandangan orang dan masyarakat. Tujuan ini harus dijabarkan
secara khusus hingga pada tujuan instruksional.
c. Identifikasi
model mengajar
Strategi mengajar harus
sesuai dengan tujuan dan orientasi kurikulum. Strategi yang digunakan
disesuaikan dengan tujuan, strukturnya sesuai kebutuhan siswa, guru harus
memahami penerapan kurikulum, dan tersedianya sumber-sumber yang esensial.
d. Implementasi
Hal-hal yang harus
diperhatikan adalah komponen program studi, identifikasi sumber, peranan,
pengembangan professional, penetapan waktu dan system monitoring.
Menurut Smith, Stanley,
dan Shores model pengembangan kurikulum ini terdiri dari dua bentuk model. Yang
pertama, guru atau sekelompok guru melakukan ujicoba kurikulum dengan melakukan
penelitian dan pengembangan kurikulum. Dan hasilnya dapat diguanakan secara
luas. Yang kedua, bebrapa guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang
sudah ada mengadakan eksperimen, ujicoba dan mengadakan pengembangan secara
mandiri sebagai langkah perbaikan kurikulum.
Keuntungan model
pengembangan ini adalah: lebih nyata dan ilmiah, perubahan kurikulumnya masih
dalam skala kecil sehingga kemungkinan ditolak kecil, menghindari kesenjangan
dokumen dan meningkatkan kreatifitas dan inisiatif guru.
Studi kasus :
Kesiapan Pelaksana Kurikulum dalam
Menerapkan Kurikulum 2013 dengan Model Pengembangan Administrator (Pendekatan
Top Down)
Kurikulum
2013 memang masih dalam tahap uji coba. Namun, sudah banyak masalah yang
menyeruak mengenai perumusan hingga pelaksanaannya. Sehingga timbul banyak
pertanyaan mengenai perlu atau tidaknya pergantian kurikulum di negeri ini.
Negara Indonesia
dalam pengadaan kurikulum terbarunya yaitu kurikulum 2013 menggunakan model
pengembangan kurikulum administrator. Model pengembangan kurikulum
administrator atau juga dikenal sebagai model pengembangan Top Down adalah pendekatan dengan sistem komando dari atas ke
bawah. Pengembangn kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para
administrator atau dari pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen
atau para kepala kantor wilayah. Selanjutnya, melalui komando akan
disebarluaskan ke bawah atau disebut sebagai line staff model. Diterapkan dalam sistem pendidikan sentralisasi.
Negara Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian
kurikulum seiring dengan pergantian menteri pendidikan nasional (sekarang
menteri pendidikan dan kebudayaan). Pergantian kurikulum pada dasarnya
bertujuan untuk mengembangkan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Pergantian
kurikulum tersebut sering dibarengi dengan pergantian model pengembangan
kurikulum. Salah satunya yaitu pergantian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
tahun 2006 yang menggunakan model pengembangan kurikulum Grass Roots atau Down Top menjadi
Kurikulum tahun 2013 yang menggunakan model pengembangan Administratif atau Top Down.
Pergantian kurikulum nasional yang dibarengi dengan
pergantian model pengembangan kurikulum membutuhkan persiapan yang sangat matang
agar saat kurikulum tersebut benar–benar diberlakukan secara nasional tidak ada
masalah atau kendala yang justru akan memunculkan pandangan bahwa kurikulum
tersebut telah mengalami kegagalan. Dibutuhkan waktu yang cukup segabai masa
peralihan dari kurikulum sebelumnya ke kurikulum yang baru.
Salah satu yang membutuhkan persiapan sangat matang dalam
memenuhi keberhasilan diterapkannya suatu kurikulum adalah kesiapan para
pelaksana kurikulum yang terdiri dari pendidik, tenaga kependidikan, dan tentu
saja satuan pendidikan. Pelaksana kurikulum di dalam model pengembangan
kurikulum administrator tidak memegang peran dalam merumuskan kurikulum itu
sendiri. Perumus kurikulum dalam model pengembangan ini adalah ahli
kurikulum, ahli disiplin ilmu dari berbagai perguruan tinggi dan guru-guru
senior yang diaggap telah berpengalaman. Berbeda dengan model pengembangan yang digunakan sebelumnya dimana
pelaksana kurikulum dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan
peserta didiknya. Dengan tidak diikutsertakannya guru atau pelaksana kurikulum
dalam perumusan suatu kurikulun, dikhawatirkan kurikulum tersebut tidak sesuai
dengan apa yang dibutuhkan para pelaksana kurikulum. Karena pada dasarnya
pelaksana kurikulumlah yang mengetahui situasi pendidikan di lapangan, sehingga
mereka sendiri lebih tahu apa yang sebenarnya harus diperbaiki dan dibutuhkan
jika terdapat rencana pergantian kurikulum.
Kurikulum 2013 bersifat sentralisasi, artinya berasal
atau berpusat dari atas (pemerintah) sehingga para pelaksana kurikulum di
seluruh wilayah Indonesia harus mengacu kepada apa yang dirumuskan oleh pusat
tanpa dapat merevisinya sesuai kebutuhan. Hal ini dikarenakan adanya tujuan
pemerataan sehingga kualitas sekolah – sekolah dari Sabang sampai Merauke
diharapkan sama.
Walaupun guru atau pelaksana kurikulum tidak
diikutsertakan dalam perumusan kurikulum, sebelum kurikulum 2013 diujicobakan
sebanyak 300.000 guru dilatih atau dibina untuk persiapan implementasi
kurikulum. Namun, Darmaningtyas dalam artikelnya “Kendala Implementasi
kurikulum 2013” menyatakan bahwa para guru sebenarnya merasa terdesak jika
kurikulum baru diimplementasikan pada tahun ajaran 2013/2014, mereka
berpendapat bahwa waktu yang ideal untuk implementasi Kurikulum 2013 adalah tahun ajaran 2014/2015.
Dalam bahasa
pendidikan, pembinaan guru dinamakan dengan supervisi. Padahal supervisi
diartikan melihat dari atas. Maka praktik-praktik supervisi lebih mengarah pada
inspeksi, kepenilikan, dan kepengawasan. Apa yang disebut sebagai supervisi,
pada kenyataannya hanyalah inspeksi. Pembinaan dengan model inspeksi bisa
menyebabkan guru merasa takut,tidak bebas dalam melaksanakan tugas, dan tidak
menjadi dorongan untuk menjadi maju. Sehingga adanya perganian kurikulum
hayalah menjadi sia-sia.(Nawawi, 2007:170)
Pelatihan atau pembinaan
guru yang dilakukan untuk implementasi kurikulum 2013 dan yang diadakan
setiap tahunnya sebenarnya sangat membantu untuk keberhasilan implementasi
suatu kurikulum. Namun, perlu diingat bahwa kurikulum yang saat ini sedang
diujicobakan adalah kurikulum yang bersifat sentralistik dan bertujuan untuk
pemerataan sehingga jika tidak semua guru atau perwakilan guru di setiap
daerahnya mengikuti pembinaan, dikhawatirkan tidak akan terjadi pemerataan
sesuai yang diinginkan. Para guru pun akan dibuat kebingungan jika tidak
memahami kurikulum baru karena sangat berbeda dengan kurikulum sebelumnya.
Kebingungan dan ketidaktahuan guru untuk menerapkan
kurikulum baru pastinya akan berpengaruh terhadap peserta didik. tujuan
kurikulum baru (kurikulum 2013) yang ingin membangun kareakter peserta didik
menjadi jauh lebih baik pun tidak akan tercapai. Padahal jika guru dapat
memahami dengan sungguh – sungguh apa itu kurikulum 2013 dan bagaimana
mengimplementasikannya, tidak akan diragukan lagi bahwa peserta didik akan maju
dalam segi afektif, kognitif, dan psikomotornya.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan
pelaksana kurikulum khususnya guru sangatlah penting dalam implementasi suatu
kurikulum. Oleh karena itu, agar tujuan diadakannya pergantian kurikulum dapat
tercapai (bukan hanya sekedar mengganti tanpa adanya kemajuan di bidang
pendidikan), maka dibutuhkan sosialisasi dan pembinaan yang sangat intensif
untuk para guru dari Sabang sampai Merauke. Karena keberhasilan utama dari
diterapkannya suatu kurikulum adalah peran dari pelaksana kurikulum itu sendiri
(guru). Dibutuhkan waktu dan dana yang cukup agar sosialisasi dan pembinaan
guru dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan guru yang siap melaksanakan
kurikulum baru. Sebaiknya sosialisasi dan pembinaan dilakukan jauh-jauh hari
minimal satu tahun sebelum dilakukan uji coba kurikulum, jangan di waktu yang
bersamaan. Perumusan kurikulum sebaiknya walaupun menggunakan model
adminstratif (pelaksana kurikulum tidak diikutsertakan dalam perumusan) tetap
harus meminta atau mengumpulkan aspirasi dari para guru karena para gurulah
yang mengetahui bagaimana kondisi dan seluk beluk di lapangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan
kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum
tentang proses pengembangan kurikulum. Sedangkan model dalam kurikulum adalah
komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan.
Ada
dua jenis pendekatan kurikulum, yakni pertama pendekatan top down atau pendekatan administrati, kedua pendekatan grass root.
Dalam
pengembangan kurikulum terdapat beberapa model yang dapat digunakanyaitu :Model Tyler, Model Taba (Inverted Model), Model Oliva , Model Beauchamp, Model Wheeler, Model Nicholls, Model Dynemic Skilbeck, Model Miller-Seller.
Kesiapan pelaksana kurikulum dalam mengimplementasikan
kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan administrative dapat disimpulkan
tidak sepenuhnya siap, hal ini dikarenakan pelaksana kurikulum yang sebelumnya
menggunakan pendekatan down top pada KTSP selama 7 tahun beralih pada
penggunaan pendekatan top down dimana pendekatan top down ini pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para
administrator atau dari pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan, sehingga pelaksana kurikulum khususnya guru hanya
tinggal melaksanakan kurikulum tersebut yang mungkin kurikulum tersebut tidak
sesuai dengan kebutuhan, dan kemampuan pelaksana kurikulum untuk
mengimplementasikannya.
B.
Saran
Diterapkannya pendekatan administratif pada suatu
kurikulum pada dasarnya bagus karena ada persamaan kurikulum yang mengharapkan
kualitas dari Sabang sampai Merauke sama. Hal ini harus ditunjang dari kesiapan
semua pelaksana kurikulum dari Sabang sampai Merauke untuk mengimplementasikannya.
Pada kenyataannya pelaksana kurikulum tidak sepenuhnya siap untuk dapat
mengimplementasikan kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan administratif,
sehingga harus ada tinjauan ulang dari para administrator untuk mengupayakan
cara yang tepat dalam pendekatan administratif ini supaya pelaksana kurikulum
sepenuhnya siap mengimplementasikan kurikulum yang telah mereka rancang.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya,Wina. (2008). Kurikulum
dan Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2006). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : PT.Remaja Rosda
Karya.
0 komentar:
Posting Komentar