Selasa, 29 April 2014

Penskoran

Edit Posted by with No comments

SKORING
Penskoran untuk Tes Uraian
Dalam melakukan penskoran pada tes uraian biasanya digunakan system bobot (weight) yang diberikan pada setiap butir soal, didasarkan dan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau banyak sedikitnya unsur yang terdapat dalam jawaban yang dianggap paling benar. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian kebenaran jawaban untuk soal bentuk uraian, adalah sebagai berikut:
1.     Kebenaran isi, sesuai dengan materi yang ditanyakan
2.    Sistematika atau uraian logis dalam penjabaran gagasan
3.    Bahasa yang digunakan.

System penilaiannya dapat mengacu pada acuan norma dan atau penilaian acuan patokan.

Menurut Arifin (2012:223), system wigth dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Misalnya, untuk soal yang tergolong mudah skor maksimum yang diberikan adalah 6, sedangakn untuk soal-soal dengan tingkat kesukaran sedang memiliki skor maksimum sebesar 7 dan soal dengan tingkat kesulitan tinggi memiliki skor maksimum 10. sehingga, dalam skor keseluruhannya tidak memungkinkan siswanya dapat memperoleh skor maksimum sepuluh.


Berikut adalah rumus matematik untuk menentukan skor dengan metode ini:


 SKOR=jumlah jawaban benar/jumlah soal



Kedua, bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu dan pasti sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Misalnya, soal dengan tingkat kesulitan rendah diberian skor 3, sedangkan skor untuk soal yang memiliki tingkat kesulitan sedang adalah 4 dan skor untuk soal-soal yang sukar adalah 5. Dengan cara kedua ini, siswa memungkinkan untuk mendapatkan skor sepuluh.
Berikut adalah rumus matematik untuk menentukan skor dengan metode ini:


 SKOR = jumlah(bobot sesuai tingkat kesukaran dikali skor setiap soal) dibagi jumlah bobot soal



Contoh 1 (metode1) :
Seorang peserta didik diberi empat soal dalam bentuk uraian. Setiap soal diberi skor (X) maksimum dalam rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban peserta didik. Berikut adalah salah satu contoh perhitungan dalam pemberian skor dengan cara pertama (bobot sebagai skor maksimum) :

NO
Tingkat Kesukaran
Jawaban
Skor (X)
1
Mudah
Betul
6
2
Sedang
Betul
7
3
Sedang
Betul
9
4
Sulit
Betul
7
TOTAL
29

Perhitungan :


SKOR = jumlah soal DIBAGI jumlah skor





Jadi, skor peserta didik tersebut adalah:
SKOR = jumlah soal DIBAGI jumlah skor

 

SKOR = 29/4=7.25
Contoh II (metode2):
Seorang peserta didik mengikuti ujian dengan tiga soal dalam bentuk uraian. Masing-masing soal diberi bobot sesuai dengan tingkat kesukarannya, yakni bobot lima untuk soal sukar; bobot 4 untuk soall yang sedang dan bobot 3 untuk soal-soal dengan tingkat kesukaran rendah. Tiap soal diberikan suatu skor (X) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban yang betul. Kemudian skor (X) yang dicapai oleh setiap peserta didik dikalikan dengan bobot setiap soal. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
NO
Tingkat Kesukaran
Jawaban
Skor (X)
Bobot (B)
XB
1
Mudah
Betul
10
3
30
2
Sedang
Betul
10
4
40
3
Sulit
Betul
10
5
50
TOTAL
12
120

Text Box: Keterangan :
X	: skor setiap soal
B	: bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal
∑▒〖X.B〗   : jumlah hasil perkalian X dengan B

Text Box: skor=  (∑▒〖X.B〗)/(∑B)

Perhitungan Skor :

SKOR = jumlah(bobot sesuai tingkat kesukaran dikali skor setiap soal) dibagi jumlah bobot soal





Jadi,  skor siswa tersebut dihitung dari metode kedua ini adalah:
 
SKOR = jumlah(bobot sesuai tingkat kesukaran dikali skor setiap soal) dibagi jumlah bobot soal
SKOR=120/12=10
 

Untuk memudahkan pemberian skor, sebaiknya digunakan sistem bobot dengan metode yang kedua. Sistem bobot ini diberikan untuk soal uraian agar penilaian dapat dilakukan secara adil berdasarkan kemampuan peserta didiknya dan tingkat kesukaran soal. Metode ini dapat dilakukan dalam uraian biasa, yakni uraian bebas dan uraian terbatas. Dalam menentukan skor pada soal bentuk uraian objektif (BUO) dapat dilakuakn beberapa tahapan, yakni sebagai berikut:
a.    Tuliskan semua katakunci atau kemungkinan jawaban benar untuk setiap butir soal
b.    Setiap kunci diberikan skor baik untuk jawaban yang salah maupun jawaban yang benar
c.    Jika satu soal memiliki beberaa subpertanyaan, maka perincilah kata kunci untuk setiap subpertanyaan dan buatlah skor masing-masing
d.    Jumlahkan skor dari seluruh kata kunci dan skor inilah yang disebut sebagai skor maksimum.

Sedangkan dalam penskoran uraian non-objektif, skor dijabarkan dalam rentang. Rentang skor disesuaikan dengan kompleksitas jawaban, seperti 0-1, 0-4, 0-6, 0-8, 0-10 dan lain-lain. Siswa yang tidak menjawab apapun diberi skor minimum yakni 0. Sedangkan skor maksimum yang mungkin diperoleh siswa, ditentukan oleh penyusunan soal dan keadaan jawaban yang ditentukandalam soal tersebut.
Adapun langkah-langkah pemberian skor untuk BUNO adalah sebagai berikut :
a.    Tuliskan garis-garis besar jawaban sebagai criteria jawaban untuk dijadikan pegangan dalam pemberian skor
b.    Tetapkan rentang skor untuk setiap criteria jawaban
c.    Pemberian skor pada setiap jawaban bergantung pada kualitas jawaban siswa
d.    Periksa soal dari setiap nomor dari seluruh peserta
e.    Jumlah skor yang diperoleh dari setiap criteria jawaban dijadikan sebagai skor peserta didik.





 Untuk soal bentuk uraian objektif (BUO) dan bentuk uraian non objectif (BUNO) harus menggunakan pedoman seperti padacontoh di bawah ini:
Contoh III (BUO):
Indicator     : dapat menyebutkan turunan benzene
Soal             :  sebutkan lima turunan benzene yang anda ketahui !
NO
Kunci Jawaban
Skor
1
Fenol
1
2
Toluene
1
3
Aniline
1
4
Asam benzoat
1
5
Nitro benzena
1
TOTAL
5


Contoh IV (BUO):
Indicator     : dapat menentukan massa endapan pada proses elektrolisis
Soal             :  sebanyak 100ml larutan CrCl3 1M dielektrolisis dengan arus 4A. jika diketahui
Ar Cr = 52; 1F = 96500 maka waktu yang diperlukan untuk mengendapkan logam
krom sebanyak 3,88 gram
1.     Tuliskan reaksi reduksi yang terjadi pada sel elektrolisis tersebut!
2.    Hitung berapa mol ion krom yang tereduksi!
3.    Hitung berapa banyak mol muatan yang mengalir pada sel elektrolisis tersebut!
4.    Hitung berapa waktu yang diperlukan untuk mengendapkan logam krom tersebut!
Kunci Jawaban
Skor
1.     Cr3+  + 3e               Cr
2.    Mol = massa/Ar
        =  3,88/52
        = 0,07
3.    Mol e = mol Cr3+  x  3
           = 0,07 mol x 3
           = 0,2 mol
4.                   Q    = I x t
N e x 1F        = I x t
0,2 x 96500 = 4A x t
                   t = 5066,25 s


2

2


2



4
TOTAL
10

Contoh V (BUNO) :

Kriteria Jawaban
Rentang Skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia
0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia (Pemandangan alam, Geografis, dsb)
0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku, adat-istiadat tetapi dapat bersatu
0-3
Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia
0-2
Skor Maksimum
9



Untuk meningkatkan objektivitas hasil pemeriksaan jawaban, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
1.    Untuk memperoleh soal bentuk uraian yang baik harus disusun rencana yang baik pula.
2.    Dalam menulis soal bentuk uraian, guru harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalam dan panjang jawaban atau perincian jawaban yang mungkin diberikan oleh peserta didik.
3.    Setelah menulis soal, guru harus menyusun kunci jawaban atau pokok-pokok jawaban dan pedoman penskoran. Pedoman penskoran ini berisi tentang:
a.    Batasan atau kata-kata kunci untuk melaksanakan penskoran terhadap soal bentuk uraian objektif.
b.    Kriteria jawaban digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal bentuk uraian nonobjektif
4.    Semua identitas peserta didik harus disembunyikan agar tidak terlihat sebelum dan selama memeriksa
5.    Jauhkanlah hal-hal yang dapat mempengaruhi subjektivitas pemberian skor, seperti bentuk tulisan/ huruf, ukuran kertas, ejaan, struktur kalimat, kerapian, dll


Penskoran untuk Tes Objektif
Ada dua cara untuk memberikan skor pada soal objektif, yakni:
1.     Tanpa Rumus Tebakan (Non-Geussing Formula)
Digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebenarannya. Caranya adalah menghitung jumlah jawaban yang betul saja. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan yang salah diberi skor 0.
          Jadi, skor = jumlah jawaban yang benar.
2.    Menggunakan Rumus Tebakan (Geussing Formula)
Rumus tersebut digunakan untuk memberikan skor pada soal-soal yang sudah pernah diujicobakan dan diberikan kepada siswa sehingga sudah diketahui tingkat kebenaran siswanya dalam menjawab soal-soal tersebut.
a.    Untuk soal yangberbentuk Benar-Salah (true-false)
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
∑B: jumlah jawaban yang benar
∑S : jumlah jawaban yang salah

Text Box: S= ∑B- ∑S

Rumus:
                    
         



Contoh :
Seorang siswa mengikuti tes, dan diberikan soal berbentuk objektif true-false. Siswa tersebut mampu menjawab dengan benar sebanyak 7 soal dari total 10 soal. Hitung berapa skor yang didapat siswa tersebut.
SKOR=JUMLAH JAWABAN BENAR-JUMLAH JAWABAN SALAH
SKOR=7-3=4

 
 


b.    Untuk Item Berbentuk Pilihan Ganda (multiple choice)
Text Box: S= ∑B-  (∑S)/(n-1)

Rumus :


KETERANGAN :
S : skor yang dicari
: jumlah jawaban yang benar
 : jumlah jawaban yang salah
n    : jumlah option jawaban
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
∑B: jumlah jawaban yang benar
∑S : jumlah jawaban yang salah
n    : jumlah option jawaban








Contoh :
Seorang siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan kepadanya.  Jumlah option pada setiap butir soal adalah sebanyak 4. Maka skor siswa tersebut adalah:
SKOR=7-3/(4-1)=6


Menurut Rofieq (2008), selain menggunakan rumusan diatas untuk menghitung skor tes objektif bentuk pilhan ganda, juga dapat digunakan tiga macam metode yakni :
a.        Penskoran tanpa koreksi
Metode ini dilakukan dengan memberikan skor 1 untuk soal yang dijawab dengan benar (namun sesuai dengan bobot soal). Skor peserta didik dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
s=(B/N) x 100


KETERANGAN:
Keterangan :
S : skor yang dicari
: jumlah jawaban yang benar
N : jumlah soal
Text Box: S=  B/N  x 100
Untuk skala 0-100
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
N : jumlah soal








Contoh :
Seorang siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan kepadanya.  Maka skor siswa tersebut adalah:

s=(B/N) x 100
skor=7/10 x 100 = 70
 







b.        Penskoran dengan koreksi jawaban
Metode ini dilakukan dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan yang yang tidak dijawab. Rumus matematisnya adalah sebagai berikut :
Text Box: S= (B-s/((p-1)))/N  x 100
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
S : jumlah jawaban yang salah
N    : jumlah soal
P  : jumlah opsi jawaban setiap soal




 Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
s : jumlah jawaban yang salah
N    : jumlah soal
P  : jumlah opsi jawaban setiap soal


Contoh :
Seorang siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan kepadanya.  Jumlah option pada setiap butir soal adalah sebanyak 4. Maka skor siswa tersebut adalah:
skor=7-(3/(4-1))/10 x100=60
c.        Penskoran dengan butir beda bobot
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
Si : skor yang mungkin dicapai bila semua soal terjawab dengan benar
b : bobot setiap soal
Setiap soal memiliki bobot masing-masing, biasanya disesuaikan degan tingkatan kognitif (mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi) yang telah diteta[kan oleh guru. Rumusan secara matematisnya adalah sebagai berikut:
Text Box: S=∑ (B x b)/Si  x 100 %





 Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
Si : skor yang mungkin dicapai bila semua soal terjawab dengan benar
b : bobot setiap soal

Contoh :
Bayu mengikuti ujian Kimia. Soal yang diujikan terdiri dari 30 soal yang terdiri dari 6 jenjang konitif. Jenjang C1 diberi bobot 1, C2 dengan bobot 2, C3 dengan bobot 3, C4 dengan bobot 4, C5 dengan bobot 5 dan C6 dengan bobot 6. Bayu dapat menjawab 7 soal dari 13 soal C3, 2 soal dari 5 soal C2, 2 soal dari 4soal C1, 2 soal dari 4soal C4, 2 soal dari 2 soal C5 dan bayu tidak dapat menjawab satu soal pun dari 2 soal C6.
Jenjang Domain Kognitif
Jumlah Soal (N)
Bobot (b)
Jumlah soal x Bobot (Nxb)
B
B x b
C1
4
1
4
2
2
C2
5
2
10
2
4
C3
13
3
39
7
21
C4
4
4
16
2
8
C5
2
5
10
2
10
C6
2
6
12
0
0
TOTAL
30

91
15
55

 skor = (B-b)/Si
skor= 55/91 x 100% = 60.44%
 


3.    Untuk soal bentuk menjodohkan
rumusan untuk mencari skor dari soal-soal berbentuk menjodohkan adalah sebagai berikut:
Text Box: S=∑B
Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar








Contoh :
Soal
Kunci  Jawaban
Jawaban Testi

(1)
A…………………………….
……………..y………………
x
B…………………………….
……………..x………………
Y
C…………………………….
……………..z………………
z

(2)
A…………………………….
……………..r………………
P
B…………………………….
……………..p………………
R
C…………………………….
……………..q………………
Q
D…………………………….
……………..w………………
W

Dilihat dari jawaban peserta didik terhadap kunci jawaban, maka peserta didik tersebut mampu menjawab dengan benar  1 nomor pada soal nomor 1 dan menjawab 2 soal dengan benar dari soal nomor 2. Jadi skor peserta didik tersebut adalah 4.


4.    Untuk soal bentuk jawaban singkat (short answer) dan melengkapi (completion)
Text Box: S=∑B
Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar






                 Contoh :
Seorang pserta didik dapat menjawab 7 dari 10 soal dengan bentuk jawaban singkat. Dengan demikian peserta didik tersebut memiliki skor sebanyak 7.

Dalam menghitung jumlah jawaban yang benar haruslah dilihat dari banyak titik-titik yang disediakan bukan dilihat dari banyak soal yang diberikan, karena bisa jadi titik-titik yang disediakan tidakselalu diiringi soal-soal.



Pendeteksian Ketidakwajaran
Selain mengajar, seorang guru juga  menyiapkan  perangkat  pengukuran,  untuk mengukur  kemampuan  siswa. Hal tersebut berfungsi untuk mengetahui hasil belajar siswa dan merupakan bagian dari kegiatan evaluasi. Utnuk mengetahui ahasil belajar siswa dalam ranah kognitif diperlukan suatu instrument yakni tes. Dalam menyusun perangkat tes, guru harus mengetahui teknik konstruksi konstruksi tes. Tes yang dibuat ini harus sesuai dengan kaidah dan memenuhi syarat tes yang baik. Instrument tes yang tidak baik dapat menghasilkan skor yang tidak valid dan tidak wajar atau timpang. Oleh karena itu perlu  dilakukan  pendeteksian  ketidakwajarn  skor,  sehingga  hasil  tes  tidak  lagi menyesatkan.  Kegiatan mendeteksi ketidakwajaran hasil belajar ini jarang dilakukan oleh guru, sehingga kemampuan siswa yang sebenarnya sulit dideteksi. Padahal dengan mendeteksi ketidakwajaran hasilnya dapat dijadikan umpan balik bagi guru dalam menyusun dan mengembangkan instrument tes. Berikut adalah macam-macam ketidakwajaran:
1. Ketidakwajaran peserta tes,
       Siswa  yang  memiliki  kemampuan  tinggi memperoleh  skor  rendah.  Sebaliknya  siswa  yang  berkemampuan  rendah  memperoleh skor  tinggi,  mungkin  karena  menyontek  atau  memperoleh  bocoran  soal.
Ketidakwajaran  seperti  ini  tidak  terletak  pada  butir  soal,  melainkan  pada  pengguna butir soal (siswa).
Ketidakwajaran juga dapat bersumber kondisi penilaian. Nitko (1996:91-94) dan Wiersma dan Jurs (1990:340) menyatakan tekanan mental peserta tes, seperti cemas, khawatir, takut gagal, kekurangmampuan dalam menulis, dapat menyebabkan peserta tes tidak berhasil menjawab secara benar butir-butir tes. Sebagai akibatnya siswa-siswa seperti ini akan memperoleh skor yang tidak tepat (tidak sesuai dengan kemampuan mereka sebenarnya). Faktor ketidakwajaran dari sisi peserta tes ini dapat berupa individual dan kelompok.
2. Ketidakwajaran butir soal,
Ketidakwajaran jenis ini terjadi pada butir soal,sehingga butir soal menjadi bias. Faktor ketidakwajaran dari butir soal ini dapat berupa satuan butir soal dan adapula yang berupa keseluruhan butir soal. Butir  soal  tersebut  menimbulkan  skor  yang  berbeda  pada  dua  kelompok  siswa  yang memiliki  kemampuan  yang  sama. Skor merupakan cerminan kemampuan siswa. Skor diperoleh dari responsi siswa terhadap stimulus yang diberikan. Apabila dikaji secara mendalam skor yang diperoleh siswa dari tes terdiri dari skor  tulen  dan  skor  keliru.  Jika  diperhatikan  skor  yang  diperoleh  siswa  kemungkinan dapat  menyesatkan  artinya  semakin  besar  skor  keliru,  maka  semakin  besar  terjadinya ketidakwajaran skor siswa. Untuk mengatasi kekeliruan makna dari skor yang diperoleh siswa  diperlukan  pendeteksian  ketidakwajaran  skor. Jika ketimpangan skor terjadi akibat kesalahan pada butir soal sedangkan peserta tes wajar maka ketimpangan ini disebut sebagai bias butir soal. Bias butir ini terjadi pada seluruh kelompok peserta tes (kelompok). Sedangkan ketimpangan skor akibat individu siswanya disebut sebagai ketimpangan skor.  Sedangkan ketimpangan yang terjadi pada seluruh butir soal disebut sebagai bias ujites.
Pendeteksian  ini  berfungsi  untuk mencari  skor  tulen.  Hal  ini  disebabkan  skor  tulen  tidak  akan  mengalami  perubahan (konsisten), karena skor tulen diperoleh dari butir yang benar-benar dipahami siswa. 
Berdasarkan hasil  skor dari  masing-masing siswa kemudian  dideteksi  ketidakwajaran  skor.  Proses  penyusunan  instrumen  tes  dilakukan dengan proses pengkalibrasian sampai diperoleh tes  yang memenuhi persyaratan. Untuk mendeteksi  ketidakwajaran  skor  yang  diperoleh  siswa menggunakan  metode  SatoHarnisch-Linn dengan rumus sebagai berikut;
Text Box: ci= (Ai-Bi)/(Ct-Dt) 

                                        


DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran Prinsip-Teknik-Prosedur.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
S, Wakhinuddin.(2010). Ketidakwajaran Sekor Tes. (Online).Tersedia: http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/01/18/ketidakwajaran-sekor-tes/ (11 April 2014)
Susetyo,Budi.(tanpa tahun). Pendeteksian Ketidakwajaran Skor Siswa.(online).Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195809071987031-BUDI_SUSETYO/Pendeteksian_ketidakwajaran_skorx.pdf (11 April 2014)
 SKORING
Penskoran untuk Tes Uraian
Dalam melakukan penskoran pada tes uraian biasanya digunakan system bobot (weight) yang diberikan pada setiap butir soal, didasarkan dan disesuaikan dengan tingkat kesulitan dari soal tersebut dan atau banyak sedikitnya unsur yang terdapat dalam jawaban yang dianggap paling benar. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian kebenaran jawaban untuk soal bentuk uraian, adalah sebagai berikut:
1.     Kebenaran isi, sesuai dengan materi yang ditanyakan
2.    Sistematika atau uraian logis dalam penjabaran gagasan
3.    Bahasa yang digunakan.

System penilaiannya dapat mengacu pada acuan norma dan atau penilaian acuan patokan.

Menurut Arifin (2012:223), system wigth dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Misalnya, untuk soal yang tergolong mudah skor maksimum yang diberikan adalah 6, sedangakn untuk soal-soal dengan tingkat kesukaran sedang memiliki skor maksimum sebesar 7 dan soal dengan tingkat kesulitan tinggi memiliki skor maksimum 10. sehingga, dalam skor keseluruhannya tidak memungkinkan siswanya dapat memperoleh skor maksimum sepuluh.
Text Box: Keterangan:
∑X : jumlah skor
∑s : jumlah soal

Berikut adalah rumus matematik untuk menentukan skor dengan metode ini:
Text Box: skor=  (∑X)/(∑s)

 



Kedua, bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu dan pasti sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Misalnya, soal dengan tingkat kesulitan rendah diberian skor 3, sedangkan skor untuk soal yang memiliki tingkat kesulitan sedang adalah 4 dan skor untuk soal-soal yang sukar adalah 5. Dengan cara kedua ini, siswa memungkinkan untuk mendapatkan skor sepuluh.
Berikut adalah rumus matematik untuk menentukan skor dengan metode ini:

Text Box: Keterangan :
X	: skor setiap soal
B	: bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal
∑▒〖X.B〗   : jumlah hasil perkalian X dengan B

Text Box: skor=  (∑▒〖X.B〗)/(∑B)

 




Contoh 1 (metode1) :
Seorang peserta didik diberi empat soal dalam bentuk uraian. Setiap soal diberi skor (X) maksimum dalam rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban peserta didik. Berikut adalah salah satu contoh perhitungan dalam pemberian skor dengan cara pertama (bobot sebagai skor maksimum) :

NO
Tingkat Kesukaran
Jawaban
Skor (X)
1
Mudah
Betul
6
2
Sedang
Betul
7
3
Sedang
Betul
9
4
Sulit
Betul
7
TOTAL
29

Perhitungan :
Text Box: skor=  (∑X)/(∑s)
Text Box: Keterangan:
∑X : jumlah skor
∑s : jumlah soal





Jadi, skor peserta didik tersebut adalah:
 
 
Contoh II (metode2):
Seorang peserta didik mengikuti ujian dengan tiga soal dalam bentuk uraian. Masing-masing soal diberi bobot sesuai dengan tingkat kesukarannya, yakni bobot lima untuk soal sukar; bobot 4 untuk soall yang sedang dan bobot 3 untuk soal-soal dengan tingkat kesukaran rendah. Tiap soal diberikan suatu skor (X) dengan rentang 1-10 sesuai dengan kualitas jawaban yang betul. Kemudian skor (X) yang dicapai oleh setiap peserta didik dikalikan dengan bobot setiap soal. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
NO
Tingkat Kesukaran
Jawaban
Skor (X)
Bobot (B)
XB
1
Mudah
Betul
10
3
30
2
Sedang
Betul
10
4
40
3
Sulit
Betul
10
5
50
TOTAL
12
120

Text Box: Keterangan :
X	: skor setiap soal
B	: bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal
∑▒〖X.B〗   : jumlah hasil perkalian X dengan B

Text Box: skor=  (∑▒〖X.B〗)/(∑B)

Perhitungan Skor :





Jadi,  skor siswa tersebut dihitung dari metode kedua ini adalah:
 
 

Untuk memudahkan pemberian skor, sebaiknya digunakan sistem bobot dengan metode yang kedua. Sistem bobot ini diberikan untuk soal uraian agar penilaian dapat dilakukan secara adil berdasarkan kemampuan peserta didiknya dan tingkat kesukaran soal. Metode ini dapat dilakukan dalam uraian biasa, yakni uraian bebas dan uraian terbatas. Dalam menentukan skor pada soal bentuk uraian objektif (BUO) dapat dilakuakn beberapa tahapan, yakni sebagai berikut:
a.    Tuliskan semua katakunci atau kemungkinan jawaban benar untuk setiap butir soal
b.    Setiap kunci diberikan skor baik untuk jawaban yang salah maupun jawaban yang benar
c.    Jika satu soal memiliki beberaa subpertanyaan, maka perincilah kata kunci untuk setiap subpertanyaan dan buatlah skor masing-masing
d.    Jumlahkan skor dari seluruh kata kunci dan skor inilah yang disebut sebagai skor maksimum.

Sedangkan dalam penskoran uraian non-objektif, skor dijabarkan dalam rentang. Rentang skor disesuaikan dengan kompleksitas jawaban, seperti 0-1, 0-4, 0-6, 0-8, 0-10 dan lain-lain. Siswa yang tidak menjawab apapun diberi skor minimum yakni 0. Sedangkan skor maksimum yang mungkin diperoleh siswa, ditentukan oleh penyusunan soal dan keadaan jawaban yang ditentukandalam soal tersebut.
Adapun langkah-langkah pemberian skor untuk BUNO adalah sebagai berikut :
a.    Tuliskan garis-garis besar jawaban sebagai criteria jawaban untuk dijadikan pegangan dalam pemberian skor
b.    Tetapkan rentang skor untuk setiap criteria jawaban
c.    Pemberian skor pada setiap jawaban bergantung pada kualitas jawaban siswa
d.    Periksa soal dari setiap nomor dari seluruh peserta
e.    Jumlah skor yang diperoleh dari setiap criteria jawaban dijadikan sebagai skor peserta didik.





 Untuk soal bentuk uraian objektif (BUO) dan bentuk uraian non objectif (BUNO) harus menggunakan pedoman seperti padacontoh di bawah ini:
Contoh III (BUO):
Indicator     : dapat menyebutkan turunan benzene
Soal             :  sebutkan lima turunan benzene yang anda ketahui !
NO
Kunci Jawaban
Skor
1
Fenol
1
2
Toluene
1
3
Aniline
1
4
Asam benzoat
1
5
Nitro benzena
1
TOTAL
5


Contoh IV (BUO):
Indicator     : dapat menentukan massa endapan pada proses elektrolisis
Soal             :  sebanyak 100ml larutan CrCl3 1M dielektrolisis dengan arus 4A. jika diketahui
Ar Cr = 52; 1F = 96500 maka waktu yang diperlukan untuk mengendapkan logam
krom sebanyak 3,88 gram
1.     Tuliskan reaksi reduksi yang terjadi pada sel elektrolisis tersebut!
2.    Hitung berapa mol ion krom yang tereduksi!
3.    Hitung berapa banyak mol muatan yang mengalir pada sel elektrolisis tersebut!
4.    Hitung berapa waktu yang diperlukan untuk mengendapkan logam krom tersebut!
Kunci Jawaban
Skor
1.     Cr3+  + 3e               Cr
2.    Mol = massa/Ar
        =  3,88/52
        = 0,07
3.    Mol e = mol Cr3+  x  3
           = 0,07 mol x 3
           = 0,2 mol
4.                   Q    = I x t
N e x 1F        = I x t
0,2 x 96500 = 4A x t
                   t = 5066,25 s


2

2


2



4
TOTAL
10

Contoh V (BUNO) :

Kriteria Jawaban
Rentang Skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia
0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia (Pemandangan alam, Geografis, dsb)
0-2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku, adat-istiadat tetapi dapat bersatu
0-3
Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia
0-2
Skor Maksimum
9



Untuk meningkatkan objektivitas hasil pemeriksaan jawaban, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
1.    Untuk memperoleh soal bentuk uraian yang baik harus disusun rencana yang baik pula.
2.    Dalam menulis soal bentuk uraian, guru harus mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup jawaban yang diharapkan, kedalam dan panjang jawaban atau perincian jawaban yang mungkin diberikan oleh peserta didik.
3.    Setelah menulis soal, guru harus menyusun kunci jawaban atau pokok-pokok jawaban dan pedoman penskoran. Pedoman penskoran ini berisi tentang:
a.    Batasan atau kata-kata kunci untuk melaksanakan penskoran terhadap soal bentuk uraian objektif.
b.    Kriteria jawaban digunakan untuk melakukan penskoran terhadap soal bentuk uraian nonobjektif
4.    Semua identitas peserta didik harus disembunyikan agar tidak terlihat sebelum dan selama memeriksa
5.    Jauhkanlah hal-hal yang dapat mempengaruhi subjektivitas pemberian skor, seperti bentuk tulisan/ huruf, ukuran kertas, ejaan, struktur kalimat, kerapian, dll


Penskoran untuk Tes Objektif
Ada dua cara untuk memberikan skor pada soal objektif, yakni:
1.     Tanpa Rumus Tebakan (Non-Geussing Formula)
Digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebenarannya. Caranya adalah menghitung jumlah jawaban yang betul saja. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan yang salah diberi skor 0.
          Jadi, skor = jumlah jawaban yang benar.
2.    Menggunakan Rumus Tebakan (Geussing Formula)
Rumus tersebut digunakan untuk memberikan skor pada soal-soal yang sudah pernah diujicobakan dan diberikan kepada siswa sehingga sudah diketahui tingkat kebenaran siswanya dalam menjawab soal-soal tersebut.
a.    Untuk soal yangberbentuk Benar-Salah (true-false)
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
∑B: jumlah jawaban yang benar
∑S : jumlah jawaban yang salah

Text Box: S= ∑B- ∑S

Rumus:
                    
         



Contoh :
Seorang siswa mengikuti tes, dan diberikan soal berbentuk objektif true-false. Siswa tersebut mampu menjawab dengan benar sebanyak 7 soal dari total 10 soal. Hitung berapa skor yang didapat siswa tersebut.
 
 


b.    Untuk Item Berbentuk Pilihan Ganda (multiple choice)
Text Box: S= ∑B-  (∑S)/(n-1)

Rumus :
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
∑B: jumlah jawaban yang benar
∑S : jumlah jawaban yang salah
n    : jumlah option jawaban








Contoh :
Seorang siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan kepadanya.  Jumlah option pada setiap butir soal adalah sebanyak 4. Maka skor siswa tersebut adalah:
 = 6


Menurut Rofieq (2008), selain menggunakan rumusan diatas untuk menghitung skor tes objektif bentuk pilhan ganda, juga dapat digunakan tiga macam metode yakni :
a.        Penskoran tanpa koreksi
Metode ini dilakukan dengan memberikan skor 1 untuk soal yang dijawab dengan benar (namun sesuai dengan bobot soal). Skor peserta didik dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
Text Box: S=  B/N  x 100
Untuk skala 0-100
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
N : jumlah soal








Contoh :
Seorang siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan kepadanya.  Maka skor siswa tersebut adalah:
 







b.        Penskoran dengan koreksi jawaban
Metode ini dilakukan dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan yang yang tidak dijawab. Rumus matematisnya adalah sebagai berikut :
Text Box: S= (B-s/((p-1)))/N  x 100
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
S : jumlah jawaban yang salah
N    : jumlah soal
P  : jumlah opsi jawaban setiap soal










Contoh :
Seorang siswa dapat menjawab 7 dari 10 soal pilihan ganda yang diujikan kepadanya.  Jumlah option pada setiap butir soal adalah sebanyak 4. Maka skor siswa tersebut adalah:
c.        Penskoran dengan butir beda bobot
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar
Si : skor yang mungkin dicapai bila semua soal terjawab dengan benar
b : bobot setiap soal
Setiap soal memiliki bobot masing-masing, biasanya disesuaikan degan tingkatan kognitif (mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi) yang telah diteta[kan oleh guru. Rumusan secara matematisnya adalah sebagai berikut:
Text Box: S=∑ (B x b)/Si  x 100 %







Contoh :
Bayu mengikuti ujian Kimia. Soal yang diujikan terdiri dari 30 soal yang terdiri dari 6 jenjang konitif. Jenjang C1 diberi bobot 1, C2 dengan bobot 2, C3 dengan bobot 3, C4 dengan bobot 4, C5 dengan bobot 5 dan C6 dengan bobot 6. Bayu dapat menjawab 7 soal dari 13 soal C3, 2 soal dari 5 soal C2, 2 soal dari 4soal C1, 2 soal dari 4soal C4, 2 soal dari 2 soal C5 dan bayu tidak dapat menjawab satu soal pun dari 2 soal C6.
Jenjang Domain Kognitif
Jumlah Soal (N)
Bobot (b)
Jumlah soal x Bobot (Nxb)
B
B x b
C1
4
1
4
2
2
C2
5
2
10
2
4
C3
13
3
39
7
21
C4
4
4
16
2
8
C5
2
5
10
2
10
C6
2
6
12
0
0
TOTAL
30

91
15
55

 
 


3.    Untuk soal bentuk menjodohkan
rumusan untuk mencari skor dari soal-soal berbentuk menjodohkan adalah sebagai berikut:
Text Box: S=∑B
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar








Contoh :
Soal
Kunci  Jawaban
Jawaban Testi

(1)
A…………………………….
……………..y………………
x
B…………………………….
……………..x………………
Y
C…………………………….
……………..z………………
z

(2)
A…………………………….
……………..r………………
P
B…………………………….
……………..p………………
R
C…………………………….
……………..q………………
Q
D…………………………….
……………..w………………
W

Dilihat dari jawaban peserta didik terhadap kunci jawaban, maka peserta didik tersebut mampu menjawab dengan benar  1 nomor pada soal nomor 1 dan menjawab 2 soal dengan benar dari soal nomor 2. Jadi skor peserta didik tersebut adalah 4.


4.    Untuk soal bentuk jawaban singkat (short answer) dan melengkapi (completion)
Text Box: S=∑B
Text Box:   Keterangan :
S : skor yang dicari
B: jumlah jawaban yang benar






                 Contoh :
Seorang pserta didik dapat menjawab 7 dari 10 soal dengan bentuk jawaban singkat. Dengan demikian peserta didik tersebut memiliki skor sebanyak 7.

Dalam menghitung jumlah jawaban yang benar haruslah dilihat dari banyak titik-titik yang disediakan bukan dilihat dari banyak soal yang diberikan, karena bisa jadi titik-titik yang disediakan tidakselalu diiringi soal-soal.



Pendeteksian Ketidakwajaran
Selain mengajar, seorang guru juga  menyiapkan  perangkat  pengukuran,  untuk mengukur  kemampuan  siswa. Hal tersebut berfungsi untuk mengetahui hasil belajar siswa dan merupakan bagian dari kegiatan evaluasi. Utnuk mengetahui ahasil belajar siswa dalam ranah kognitif diperlukan suatu instrument yakni tes. Dalam menyusun perangkat tes, guru harus mengetahui teknik konstruksi konstruksi tes. Tes yang dibuat ini harus sesuai dengan kaidah dan memenuhi syarat tes yang baik. Instrument tes yang tidak baik dapat menghasilkan skor yang tidak valid dan tidak wajar atau timpang. Oleh karena itu perlu  dilakukan  pendeteksian  ketidakwajarn  skor,  sehingga  hasil  tes  tidak  lagi menyesatkan.  Kegiatan mendeteksi ketidakwajaran hasil belajar ini jarang dilakukan oleh guru, sehingga kemampuan siswa yang sebenarnya sulit dideteksi. Padahal dengan mendeteksi ketidakwajaran hasilnya dapat dijadikan umpan balik bagi guru dalam menyusun dan mengembangkan instrument tes. Berikut adalah macam-macam ketidakwajaran:
1. Ketidakwajaran peserta tes,
       Siswa  yang  memiliki  kemampuan  tinggi memperoleh  skor  rendah.  Sebaliknya  siswa  yang  berkemampuan  rendah  memperoleh skor  tinggi,  mungkin  karena  menyontek  atau  memperoleh  bocoran  soal.
Ketidakwajaran  seperti  ini  tidak  terletak  pada  butir  soal,  melainkan  pada  pengguna butir soal (siswa).
Ketidakwajaran juga dapat bersumber kondisi penilaian. Nitko (1996:91-94) dan Wiersma dan Jurs (1990:340) menyatakan tekanan mental peserta tes, seperti cemas, khawatir, takut gagal, kekurangmampuan dalam menulis, dapat menyebabkan peserta tes tidak berhasil menjawab secara benar butir-butir tes. Sebagai akibatnya siswa-siswa seperti ini akan memperoleh skor yang tidak tepat (tidak sesuai dengan kemampuan mereka sebenarnya). Faktor ketidakwajaran dari sisi peserta tes ini dapat berupa individual dan kelompok.
2. Ketidakwajaran butir soal,
Ketidakwajaran jenis ini terjadi pada butir soal,sehingga butir soal menjadi bias. Faktor ketidakwajaran dari butir soal ini dapat berupa satuan butir soal dan adapula yang berupa keseluruhan butir soal. Butir  soal  tersebut  menimbulkan  skor  yang  berbeda  pada  dua  kelompok  siswa  yang memiliki  kemampuan  yang  sama. Skor merupakan cerminan kemampuan siswa. Skor diperoleh dari responsi siswa terhadap stimulus yang diberikan. Apabila dikaji secara mendalam skor yang diperoleh siswa dari tes terdiri dari skor  tulen  dan  skor  keliru.  Jika  diperhatikan  skor  yang  diperoleh  siswa  kemungkinan dapat  menyesatkan  artinya  semakin  besar  skor  keliru,  maka  semakin  besar  terjadinya ketidakwajaran skor siswa. Untuk mengatasi kekeliruan makna dari skor yang diperoleh siswa  diperlukan  pendeteksian  ketidakwajaran  skor. Jika ketimpangan skor terjadi akibat kesalahan pada butir soal sedangkan peserta tes wajar maka ketimpangan ini disebut sebagai bias butir soal. Bias butir ini terjadi pada seluruh kelompok peserta tes (kelompok). Sedangkan ketimpangan skor akibat individu siswanya disebut sebagai ketimpangan skor.  Sedangkan ketimpangan yang terjadi pada seluruh butir soal disebut sebagai bias ujites.
Pendeteksian  ini  berfungsi  untuk mencari  skor  tulen.  Hal  ini  disebabkan  skor  tulen  tidak  akan  mengalami  perubahan (konsisten), karena skor tulen diperoleh dari butir yang benar-benar dipahami siswa. 
Berdasarkan hasil  skor dari  masing-masing siswa kemudian  dideteksi  ketidakwajaran  skor.  Proses  penyusunan  instrumen  tes  dilakukan dengan proses pengkalibrasian sampai diperoleh tes  yang memenuhi persyaratan. Untuk mendeteksi  ketidakwajaran  skor  yang  diperoleh  siswa menggunakan  metode  SatoHarnisch-Linn dengan rumus sebagai berikut;
Text Box: ci= (Ai-Bi)/(Ct-Dt) 

                                        


DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran Prinsip-Teknik-Prosedur.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
S, Wakhinuddin.(2010). Ketidakwajaran Sekor Tes. (Online).Tersedia: http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/01/18/ketidakwajaran-sekor-tes/ (11 April 2014)
Susetyo,Budi.(tanpa tahun). Pendeteksian Ketidakwajaran Skor Siswa.(online).Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195809071987031-BUDI_SUSETYO/Pendeteksian_ketidakwajaran_skorx.pdf (11 April 2014)



0 komentar:

Posting Komentar