Senin, 16 Juni 2014

Edit Posted by with No comments
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Evaluasi pembelajaran siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru.mengapa. Karena hendaknya ia harus dapat memberikan informasi kepada lembaga atau kepada siswa itu sendiri. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya memahami tehnik pemberian skor, bahkan langkah-langkah sebelum membuat tes pertanyaan.
Banyak beberapa pendapat ahli yang mengatakan bahwa penilaian berbeda dengan penskoran.Dalam makalah ini, dijelaskan dengan jelas perbedaan yang sangat mendasar dalam melakukan evaluasi terhadap hasil tes peserta didik.Karena acapkali terjadi kekeliruan pendapat tentang fungsi penilaian pencapaian belajar siswa.Banyak lembaga pendidikan atau pengajar –secara tidak sadar atau sadar-yang menganggap fungsi penilaian itu semata-mata sebagai mekanisme untuk menyeleksi siswa atau mahasiswa dalam kenaikan kelas, kenaikan tingkat, dan sebagai alat seleksi kelulusan pada akhir tingkat program.
            Dalam makalah ini juga akan dibahas secara jelas tentang acuan penilaian yang menjadi standar dalam memberi nilai dan skor dengan langkah-langkah yang jelas. Tes yang seharusnya disusun adalah tes yang mengatur tingkat pencapaian mahasiswa terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan intruksional. Tes tersebut mungkin tidak dapat mengukur penguasaan mahasiswa terhadap seluruh uraian pengajar dalam proses intruksional, sebab apa yang diberikan pengajar selama proses tersebut belum tentu seluruhnya relevan dengan tujuan intruksional. Isi pelajaran bukanlah kriteria untuk mengukur keberhasilan proses pelaksanaan intruksional.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan standar-standar tertentu sesuai dengan perkembangannya. Maka dari itu bagi seorang pendidik harus mengetahui bagaimana cara atu teknik-teknik yang baik untuk mengevaluasi anak didiknya, sejauhmana pencapaian siswa dalam menguasai materi yang disampaikan.
B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah yang dibahas adalah
1.      Apa perbedaan Skor dan Nilai?
2.      Bagaimana cara pemberian skor untuk domain kognitif, afektif, dan psikomotor?
3.      Apa yang dimaksud skala penilaian?
4.      Apa contoh menentukan nilai dari skor mentah?
5.      Bagaimana cara penskoran untuk tes objektif?
6.      Bagaimana cara penskoran dengan cara PAN dan PAP?
7.      Bagaimana membuat nilai dari skor-skor seluruh domain?


C.       Tujuan Penulisan
Berdasarakan rumusan masalah tersebut, tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah
1.      Mengetahui perbedaan Skor dan Nilai.
2.      Mengetahuicara pemberian skor untuk domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
3.      Mengetahui skala penilaian.
4.      Mengetahui contoh menentukan nilai dari skor mentah.
5.      Mengetahuicara penskoran untuk tes objektif.
6.      Mengetahuicara penskoran dengan cara PAN dan PAP.
7.      Mengetahui membuat nilai dari skor-skor seluruh domain.

 BAB II
PEMBAHASAN

A.          Pengertian dan Teknik-Teknik Pemberian Skor

     Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai (grade). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penskoran adalah proses, cara, pembuatan skor.
     Skor berbeda dengan nilai. Nilai adalah angka ( huruf ) yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lain serta disesuaikan pengaturannya dengan standart tertentu. Sedangkan skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari angka-angka dar setiap butir soal yang telah di jawab oleh testee dengan benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban betulnya.
Menurut Suharsimi ( 2005:235 ) bahwa skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang di jawab betul oleh siswa. Sedangkan nilai adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan norma atau acuan standar.
            Menurut Anas Sudijono ( 2007:309 ) bahwa skor merupakan hasil pekerjaan memberi angka yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang si testee telah menjawab dengan betul. Sedangkan nilai adalah angka ( bisa juga huruf), yang merupakan hasil ubahan dari skor.
            Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan penskoran (scoring) dan penilaian merupakan satu rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisahakan.Penskoran merupakan kegiatan mengumpulkan data melalui tes maupun non-tes sehingga di peroles skor mentah (raw store) untuk kemudian diolah atau dikonversi (diubah). 




1.      Pengolahan Nilai Mentah
           
Pengolahan nilai mentah bertujuan untuk mengelompokan (klasifikasi), mengurutkan (ranking), ataupun memberikan nilai akhir baik dalam bentuk angkamaupun huruf. Pada prosesnya pengolahan nilai mentah terdiri dari tiga langkah yaitu penghalusan nilai mentah, mengubah angka mentah menjadi angka baku, dan menetapkan batas lulus.

a.      Penghalusan Angka Mentah
Pada proses pemberian nilai akhir, proses pertama yang harus dilakukan adalah menghaluskan nilai mentah. Penghalusan ini bertujuan untukmenentukan batas lulus.Penghalusan ini misalnya dikaitkan dengan rentangan nilai tertentu yang biasanya dipakai disuatu lembaga pendidikan, misalnya nilai 1 s/d 10, 1 s/d 100, dan sebagainya.Secara lebih umum penghalusan ini dapat juga dinyatakan dalam presentase.
Rumus penghalusan seperti ini ialah :
AMH = Angka mentah yang dihaluskan
AHU = Angka hasil ujian
AM = Angka mentah maksimum (nilai total jika soal dijawab benar semua)
Na = Nilai tertinggi yang diperoleh siswa
b.      Mengubah angka mentah menjadi angka baku
Pada saat memberikan penilaian akhir pada siswa diperlukan nilai akhir yang diperoleh dari pengolahan nilai mentah.Cara yang dapat dialakukan adalah pemberian angka matang. Ada beberapa jenis angka matang yaitu
1)      Skala nilai 0-10
2)      Skala nilai1-100
3)      Nilai z
4)      Nilai T
c.       Penetapan batas lulus
            Penetapan batas lulus merupakan proses akhir dari pengolahan nilai mentah proses ini dapat dikatakan proses pengesahan batas lulus dari hasil penetapan batas lulus dan pengelompokan siswa kedalam kelompok lulus ataupun tidak lulus. Sama halnya dengan penentuan batas lulus, pada proses ini juga dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penetapan batas lulus aktual dan penetapan batas lulus ideal.
1)      Penentuan Batas Lulus Aktual
            Pada penentuan batas lulus terdiri dari dua cara yaitu dengan menentukan batas aktual yaitu penetapan batas lulus kepada rata-rata kelompok secara nyata dan batas lulus ideal yaitu penentuan batas lulus berdasarkan skor ideal dari suatu tes. Rumus dari bats lulus adalah sebagai berikut :
BL = X + 0.25s
BL = Batas lulus
s = Standar deviasi









Contoh pengolahan nilai mentah
a.       Pengelompokan nilai dengan skala 1-100

b.      Pengolahan dengan nilai standar berskala 5
c.       Pengolahan dengan nilai standar berskala 9
d.      Pengolahan dengan nilai standar berskala 11






e.       Pembuatan tabel konversi


B.           CARA MENSKOR PADA SETIAP DOMAIN

1.      Pemberian Skor Tes pada Domain Kognitif
a.      Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda
Cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu: pertamapenskoran tanpa ada koreksi jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda bobot.
1)      Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yangdijawab benar mendapat nilai satu (tergantung dari bobot butir soal), sehinggajumlah skor yang diperoleh peserta didik adalah dengan menghitung banyaknyabutir soal yang dijawab benar. Rumusnya sebagai berikut.
Skor =(skala 0 – 100)
B = banyaknya butir yang dijawab benar
N = adalah banyaknya butir soal
Contohnya adalah sebagai berikut :
Pada suatu soal tes ada 50 butir, Budi menjawab benar 25 butir, maka skor yang dicapai Budi adalah:
Skor == 50
2)      Penskoran ada koreksi jawaban yaitu pemberian skor dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun rumusnya sebagai berikut.
Skor =
B = banyaknya butir soal yang dijawab benar
S = banyaknya butir yang dijawab salah
P = banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N = banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0
Contoh :
Pada soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap butir dan banyaknya 40 butir, Amir dapat menjawab benar 20 butir, menjawab salah 12 butir, dan tidak dijawab ada 8 butir, maka skor yang diperoleh Amir adalah:
Skor =
3)      Penskoran dengan butir beda bobot yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot berbeda pada sekelompok butir soal.
Biasanya bobot butir soal menyesuaikan dengan tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) yang telah dikontrak guru. Anda juga dapat membedakan bobot butir soal dengan cara lain, misalnya ada sekelompok butir soal yang dikembangkan dari buku pegangan guru dan sekelompok yang lain dari luar buku pegangan diberi bobot berbeda, yang pertama satu, yang lain dua. Adapun rumusnya sebagai berikut.
Skor =
Bi = banyaknya butir soal yang dijawab benar peserta tes
bi = bobot setiap butir soal
St = skor teoritis (skor bila menjawab benar semua butir soal)
Contoh:
Pada suatu soal tes matapelajaran IPA berjumlah 40 butir yang terdiri dari enam tingkat domain kognitif diberi bobot sebagai berikut: pengetahuan bobot 1, pemahaman 2, penerapan 3, analisis 4, sintesis 5, dan evaluasi 6. Yoyok dapat menjawab benar 8 butir soal domain pengetahuan dari 12 butir, 12 butir dari 20 butir soal pehamanan, 2 butir soal penerapan dari 4 butir, 1 butir soal analisis dari 2 butir, dan 1 butir soal sintesis dan evaluasi masing-masing 1 butir. Berapakah skor yang diperoleh Yoyok?
Untuk mempermudah memberi skor disusun Tabel 6.1. sebagai berikut.
Tabel 6.1. Contoh Pemberian Skor
Domain butir soal
Jumlah butir
b1
Jumlah butir x bl
B1
Pengetahuan
12
1
12
8
Pemahaman
20
2
40
12
Penerapan
4
3
12
2
Analisis
2
4
8
1
Sintesis
1
5
5
1
Evaluasi
1
6
6
1
Jumlah       =
40
-
St=83
25

Skor =
Jadi skor yang diperoleh Yoyok adalah 63,9%, artinya Yoyok dapat menguasai tes matapelajaran IPA sebesar 63,9%
Sebagai Latihan-1, Anda tentukan kembali berapakah skor yang diperoleh Yoyok apabila bobot pada setiap komponen dirubah menjadi sebagai berikut: pengetahuan diberi bobot 0,5; pemahaman bobot 1, penerapan, analisis, dan sintesis masing-masing diberi bobot 2, serta evaluasi 3. Tentukan juga berapakah skor teoritis perangkat tes tersebut!
Sebagai Latihan-2, tentukan berapakah skor yang diperoleh Yoyok apabila menggunakan penskoran tanpa ada koreksi.

b.      Penskoran Soal Bentuk Uraian Objektif
Pada bentuk soal uraian objektif, biasanya langkah-langkah mengerjakan dianggap sebagai indikator kompetensi para peserta didik. Oleh sebab itu, sebagai pedoman penskoran dalam soal bentuk uraian objektif adalah bagaimana langkah-langkah mengerjakan dapat dimunculkan atau dikuasai oleh peserta didik dalam lembar jawabannya.
Untuk membuat pedoman penskoran, sebaiknya Anda melihat kembali rencana kegiatan pembelajaran untuk mengidentifikasi indikator-indikator tersebut.
Perhatikan contoh berikut.
Indikator : peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan ukurannya.
Butir soal:Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75 cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk menjawabnya tuliskan langkah-langkahnya!)

Tabel 6.2. Pedoman penskoran uraian objektif
Langkah
Kunci Jawaban
Skor
1
2
3

4
5
Isi balok = panjang x lebar x tinggi
               = 150 cm x 80 cm x 75 cm
               = 900.000cm3
Isi bak mandi dalam liter:
1.000cm3=1 liter
900.000cm3= 900 liter
1
1
1

1
1
Skor Maksimum
5

c.       Penskoran Soal Bentuk Uraian Non-Objektif
Prinsip penskoran soal bentuk uraian non-objektif sama dengan bentuk uraian objektif yaitu menentukan indikator kompetensinya. Perhatikan contoh berikut.
Indikator: peserta didik dapat mendeskripsikan alasan Warga Negara Indonesia bangga menjadi Bangsa Indonesia.
Butir soal:tuliskan alasan-alasan yang membuat Anda berbangga sebagai Bangsa Indonesia!
Pedoman penskoran:
Jawaban boleh bermacam-macam namun pada pokok jawaban tadi dapat dikelompokkan sebagai berikut.

Tabel 6.3. Contoh Pedoman Penskoran
Kriteria Jawaban
Rentang Skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia
0 – 2
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia (pemandangan alamnya, geografisnya, dll)
0 – 2
Kebanggan yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku, adat, istiadat tetapi tepat bersatu.
0 – 2
Kebanggan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia.
0 – 2
Skor tertinggi
8

d.      Pembobotan Soal Bentuk Campuran
Dalam beberapa situasi bisa digunakan soal bentuk campuran, yaitu bentuk pilihan dan bentuk uraian. Pembobotan soal bagian soal bentuk pilihan ganda dan bentuk uraian ditentukan oleh cakupan materi dan kompleksitas jawaban atau tingkat berpikir yang terlibat dalam mengerjakan soal. Pada umumnya cakupan materi soal bentuk pilihan ganda lebih banyak, sedang tingkat berpikir yang terlibat dalam mengerjakan soal bentuk uraian biasanya lebih banyak dan lebih tinggi.
Suatu ulangan terdiri dari j1 soal pilihan ganda danj2 soal uraian. Bobot untuk soal pilihan ganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian adalah w2. Jika seorang peserta didik menjawab benar n1 pilihan ganda, dan n2 soal uraian, maka peserta didik itu mendapat skor:
Skor =
Contoh: Suatu ulangan terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan, dan 4 buah soal bentuk uraian. Titi dapat menjawab benar soal pilihan ganda 16 butir dan salah 4 butir, sedang bentuk uraian bisa dijawab benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila bobot pilihan ganda adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60, maka skor yang diperoleh Titi dapat dihitung sebagai berikut.
a.skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan : (16/20)x100 = 80
b.skor bentuk uraian adalah : (20/40)x100 = 50
c.skor akhir adalah : 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62

2.      Pemberian Skor Tes pada Domain Afektif
Domain afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Paling tidak ada dua komponen dalam domain afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Tentu diharapkan sikap peserta didik terhadap semua mata pelajaran positif sehingga akan timbul minat untuk belajar atau mempelajarinya. Peserta didik yang memiliki minat pada pelajaran tertentu bisa diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat secara optimal, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, Anda memiliki tugas untuk membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen domain afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai berikut:
a.       Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
b.      Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak bertanya, tepat waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini selanjutnya ditanyakan pada peserta didik.
c.       Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: sangat berminat, berminat, sama saja, kurang berminat, dan tidak berminat.
d.      Telaah instrumen oleh sejawat.
e.       Perbaiki instrumen.
f.       Siapkan kuesioner atau inventori laporan diri.
g.      Skor inventori.
h.      Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.
Contoh:
Instrumen untuk mengukur minat peserta didik yang telah berhasil dibuat ada 10 butir. Jika rentangan yang dipakai adalah 1 sampai 5, maka skor terendah seorang peserta didik adalah 10, yakni dari 10 x 1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian, mediannya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. jika dibagi menjadi 4 kategori, maka skala 10-20 termasuk tidak berminat, 21 sampai 30 kurang berminat, 31 – 40 berminat, dan skala 41 – 50 sangat berminat.

3.      Pemberian Skor Tes pada Domain Psikomotor
Penyusunan Tes Psikomotor
Tes untuk mengukur ranah psikomotor adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai peserta didik. Tes tersebut menurut Lunetta dkk. (1981) dalam Majid (2007) dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
Skala penilaian cocok untuk menghadapi subjek yang jumlahnya sedikit. Perbuatan yang diukur menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna sampai sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5 paling sempurna.
Misal dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik menggunakan thermometer badan. Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan peserta didik terampil menggunakan thermometer tersebut, misal indikator-indikator sebagai berikut:
1)      Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
2)      Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
3)      Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
4)      Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5)      Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya.
6)      Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.
Dari contoh cara pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian, ada 6 butir soal yang dipakai untuk mengukur kemampuan seorang peserta didik jika untuk butir 1 peserta didik yang bersangkutan memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir 2 memperoleh skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh skor 4 berarti juga benar tetapi kurang sempurna, butir 4 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, dan butir 6 juga memperoleh skor 3 berarti kurang benar, maka total skor yang dicapai peserta didik tersebut adalah (5 + 4 + 4 + 3 + 3 + 3) atau 22. Seorang peserta didik yang gagal akan memperoleh skor 6, dan yang berhasil melakukan dengan sempurna memperoleh skor 30; maka median skornya adalah (6 + 30)/2 = 18. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka yang memperoleh skor 6 – 12 dinyatakan gagal, skor 13 – 18 berarti kurang berhasil, skor 19 – 24 dinyatakan berhasil, dan skor 25 – 30 dinyatakan sangat berhasil. Dengan demikian peserta didik dengan skor 21 dapat dinyatakan sudah berhasil tetapi belum sempurna/belum sepenuhnya baik jika sifat keterampilannya adalah absolut, maka setiap butir harus dicapai dengan sempurna (skala 5). Dengan demikian hanya peserta didik yang memperoleh skor total 30 yang dinyatakan berhasil dan dengan kategori sempurna.

Tabel 6.4. Kisi-kisi soal ujian bisa sebagai berikut
No
Standard Kompetensi
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Indikator Jenis Tagihan
Bentuk Soal
Nomor Soal



A.           Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
D.1 Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan variannya.
Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif :
  1. Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
  2. Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
  3. Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
  4. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
  5. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok.
Adapun langkah-langkah pendekatan PAN sebagai berikut.
1)      Menghitung rerata ( x ) skor prestasi
·         Untuk data tidak berkelompok
xi= skor peserta tes ke-i
n = jumlah peserta tes
·         Untuk data berkelompok
xi= tanda kelas
fi= frekuensi yang sesuai dengan xi
2)      Menghitung standar deviasi ( s ) skor prestasi
·         Untuk data tidak berkelompok
xi= nilai ke-i
·         Untuk data berkelompok
xi= nilai ke-i
fi= frekuensi ke-i
3) Membuat pedoman konversi untuk mengubah skor menjadi nilai standar
   (berdasarkan skalanya, ada PAN dengan skala lima, skala sembilan skala sebelas, dan dengan nilai Zscore atau Tscore)
·         Pedoman konversi skala-5
Pedoman konversi skala-5 berarti membagi nilai standar menjadi lima skala, lima angka/huruf atau lima kualifikasi. Cara menyusun skala lima dengan membagi wilayah di bawah lengkung kurva normal menjadi lima daerah, perhatikan kurva normal berikut.
Kurva normal tersebut terbagi menjadi lima daerah dan setiap daerah menunjukkan kualifikasi atau nilai dari kanan ke kiri A, B, C, D dan E. Berdasarkan pembagian itu, pedoman konversi skala-5 disusun sebagai berikut.

·         Pedoman konversi skala-9
Pedoman konversi skala-9 berarti membagi nilai standar menjadi sembilan skala, Sembilan angka/huruf atau sembilan kualifikasi. Cara menyusun skala sembilan sama dengan skala lima yaitu dengan membagi wilayah di bawah lengkung kurva normal menjadi Sembilan daerah, perhatikan kurva normal berikut.

Kurva normal tersebut terbagi menjadi sembilan daerah dan setiap daerah menunjukkan kualifikasi atau nilai dari kanan ke kiri 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9.Berdasarkan pembagian itu, pedoman korversi skala-9 disusun sebagai berikut.

·         Pedoman konversi skala-11
Pedoman konversi skala-11 berarti membagi nilai standar menjadi sebelas skala, sebelas angka/huruf atau sebelas kualifikasi. Cara menyusun skala sebelas sama dengan skala lima dan sembilan yaitu dengan membagi wilayah di bawah lengkung kurva normal menjadi sebelas daerah, perhatikan kurva normal berikut.

Kurva normal tersebut terbagi menjadi sebelas daerah dan setiap daerah menunjukkan kualifikasi atau nilai dari kanan ke kiri 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10.Berdasarkan pembagian itu, pedoman korversi skala-11 disusun sebagai berikut.

·         Pedoman konversi dengan Zscore atau Tscore
Dengan tidak menyusun pedoman konversi Anda dapat langsung menentukan atau mengkonversi skor menjadi nilai standar dengan menggunakan dua nilai yaitu nilai Zscore dan Tscore. Nilai Zscore berarti mengubah skor kasar menjadi nilai standar Z. Biasanya Zscore digunakan sebagai cara untuk membandingkan beberapa nilai matapelajaran seorang peserta tes dari berbagai jenis pengukuran yang berbeda (lihat kembali pembahasan 6.2.3.1). Konsep Tscore hamper sama dengan Zscore. Adapun rumus untuk menghitung nilai Zscore dan Tscore adalah sebagai berikut.

Keterangan:
x = skor
S = standar deviasi
x = rata-rata
`                                                           Tscore = score 50 +10× Z



D.2 Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tegantung pada penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional. Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran. Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan. PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal.PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning).
Dalam PAP berasumsi bahwa hampir semua orang bisa belajar apa saja namun waktunnya berbeda-beda. Konsekuwensinya acuan ini adalah remidi.Atau kata PAP menggunakan prinsip pembelajaran tuntas (mastering learning).Dalam pendekatan dengan acuan kriteria, penentuan tingkatan didasarkan pada skor-skor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk presentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan skor tertentu sesuai dengan batas yang ditentukan tanpa terpengaruh oleh kinerja (skor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah skor siswa bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah maka para siswa akan mendapat nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan maka kemungkinan untuk mendapatkan nilai A atau B akan sangat kecil.
Metode PAP digunakan pada sistem penilaian skala-100 dan skala-5.Skala-100 berangkat dari persentase yang mengartikan skor prestasi sebagai proporsi penguasaan peserta didik pada suatu perangkat tes dengan batas minimal angka 0 sampai 100 persen (%).Pada skala-5 berarti skor prestasi diwujudkan dalam nilai A, B, C, D, dan E atau berturutan mewakili nilai 4, 3, 2, 1, dan 0.
Adapun langkah-langkah PAP sebagai berikut.
1)Menentukan skor berdasarkan proporsi
Skor = St B x 100% (rumus bila menggunakan skala100)
2)Menentukan batas minimal nilai ketuntasan
Nilai ketuntasan adalah nilai yang menggambarkan proporsi dan kualifikasi penguasaan peserta didik terhadapkompotensi yang telah dikontrakkan dalam pembelajaran. Untuk menentukan batas minimal nilai ketuntasan peserta tes dapat menggunakan pedoman yang ada.