BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Evaluasi pembelajaran siswa adalah salah satu kegiatan yang
merupakan kewajiban bagi setiap guru.mengapa. Karena hendaknya ia harus dapat
memberikan informasi kepada lembaga atau kepada siswa itu sendiri. Oleh karena
itu, seorang guru hendaknya memahami tehnik pemberian skor, bahkan
langkah-langkah sebelum membuat tes pertanyaan.
Banyak beberapa pendapat ahli yang mengatakan bahwa penilaian
berbeda dengan penskoran.Dalam makalah ini, dijelaskan dengan jelas perbedaan
yang sangat mendasar dalam melakukan evaluasi terhadap hasil tes peserta
didik.Karena acapkali terjadi kekeliruan pendapat tentang fungsi penilaian
pencapaian belajar siswa.Banyak lembaga pendidikan atau pengajar –secara tidak
sadar atau sadar-yang menganggap fungsi penilaian itu semata-mata sebagai
mekanisme untuk menyeleksi siswa atau mahasiswa dalam kenaikan kelas, kenaikan
tingkat, dan sebagai alat seleksi kelulusan pada akhir tingkat program.
Dalam makalah ini juga akan dibahas secara jelas tentang acuan penilaian yang
menjadi standar dalam memberi nilai dan skor dengan langkah-langkah yang
jelas. Tes yang seharusnya disusun adalah tes yang mengatur tingkat
pencapaian mahasiswa terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan intruksional.
Tes tersebut mungkin tidak dapat mengukur penguasaan mahasiswa terhadap seluruh
uraian pengajar dalam proses intruksional, sebab apa yang diberikan pengajar
selama proses tersebut belum tentu seluruhnya relevan dengan tujuan
intruksional. Isi pelajaran bukanlah kriteria untuk mengukur keberhasilan
proses pelaksanaan intruksional.
Untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan
dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan tes-tes dengan
standar-standar tertentu sesuai dengan perkembangannya. Maka dari itu bagi
seorang pendidik harus mengetahui bagaimana cara atu teknik-teknik yang baik
untuk mengevaluasi anak didiknya, sejauhmana pencapaian siswa dalam menguasai
materi yang disampaikan.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, perumusan masalah yang dibahas adalah
1.
Apa perbedaan Skor dan Nilai?
2.
Bagaimana cara pemberian skor untuk domain kognitif, afektif, dan
psikomotor?
3.
Apa yang dimaksud skala penilaian?
4.
Apa contoh menentukan nilai dari skor mentah?
5.
Bagaimana cara penskoran untuk tes objektif?
6.
Bagaimana cara penskoran dengan cara PAN dan
PAP?
7.
Bagaimana membuat nilai dari skor-skor seluruh
domain?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarakan rumusan masalah tersebut, tujuan dari
dibuatnya makalah ini adalah
1.
Mengetahui perbedaan Skor dan Nilai.
2.
Mengetahuicara pemberian skor untuk domain kognitif, afektif,
dan psikomotor.
3.
Mengetahui skala penilaian.
4.
Mengetahui contoh menentukan nilai dari skor mentah.
5.
Mengetahuicara penskoran untuk tes objektif.
6.
Mengetahuicara penskoran dengan cara PAN dan PAP.
7.
Mengetahui membuat nilai dari skor-skor seluruh domain.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Teknik-Teknik
Pemberian Skor
Pada
hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen
menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban
terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses
menjadi nilai-nilai (grade). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
penskoran adalah proses, cara, pembuatan skor.
Skor
berbeda dengan nilai. Nilai adalah angka ( huruf ) yang merupakan
hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lain serta
disesuaikan pengaturannya dengan standart tertentu. Sedangkan skor
adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari
angka-angka dar setiap butir soal yang telah di jawab oleh testee dengan benar,
dengan mempertimbangkan bobot jawaban betulnya.
Menurut Suharsimi ( 2005:235 )
bahwa skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan
angka-angka bagi setiap soal tes yang di jawab betul oleh siswa. Sedangkan
nilai adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni
acuan norma atau acuan standar.
Menurut Anas Sudijono ( 2007:309 ) bahwa skor merupakan hasil pekerjaan memberi angka yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang si testee telah menjawab dengan betul. Sedangkan nilai adalah angka ( bisa juga huruf), yang merupakan hasil ubahan dari skor.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan penskoran (scoring) dan penilaian merupakan satu rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisahakan.Penskoran merupakan kegiatan mengumpulkan data melalui tes maupun non-tes sehingga di peroles skor mentah (raw store) untuk kemudian diolah atau dikonversi (diubah).
Menurut Anas Sudijono ( 2007:309 ) bahwa skor merupakan hasil pekerjaan memberi angka yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang si testee telah menjawab dengan betul. Sedangkan nilai adalah angka ( bisa juga huruf), yang merupakan hasil ubahan dari skor.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan penskoran (scoring) dan penilaian merupakan satu rangkaian kegiatan yang tidak dapat dipisahakan.Penskoran merupakan kegiatan mengumpulkan data melalui tes maupun non-tes sehingga di peroles skor mentah (raw store) untuk kemudian diolah atau dikonversi (diubah).
1.
Pengolahan Nilai Mentah
Pengolahan
nilai mentah bertujuan untuk mengelompokan (klasifikasi), mengurutkan
(ranking), ataupun memberikan nilai akhir baik dalam bentuk angkamaupun huruf.
Pada prosesnya pengolahan nilai mentah terdiri dari tiga langkah yaitu
penghalusan nilai mentah, mengubah angka mentah menjadi angka baku, dan
menetapkan batas lulus.
a. Penghalusan Angka Mentah
Pada proses pemberian nilai akhir, proses
pertama yang harus dilakukan adalah menghaluskan nilai mentah. Penghalusan ini
bertujuan untukmenentukan batas lulus.Penghalusan ini misalnya dikaitkan dengan
rentangan nilai tertentu yang biasanya dipakai disuatu lembaga pendidikan,
misalnya nilai 1 s/d 10, 1 s/d 100, dan sebagainya.Secara lebih umum
penghalusan ini dapat juga dinyatakan dalam presentase.
Rumus penghalusan seperti ini ialah :
AMH = Angka mentah yang dihaluskan
AHU = Angka hasil ujian
AM = Angka mentah maksimum (nilai total jika soal
dijawab benar semua)
Na = Nilai tertinggi yang diperoleh siswa
b.
Mengubah angka mentah menjadi angka baku
Pada saat memberikan penilaian akhir pada siswa
diperlukan nilai akhir yang diperoleh dari pengolahan nilai mentah.Cara yang
dapat dialakukan adalah pemberian angka matang. Ada beberapa jenis angka matang
yaitu
1) Skala nilai 0-10
2) Skala nilai1-100
3) Nilai z
4) Nilai T
c.
Penetapan batas lulus
Penetapan
batas lulus merupakan proses akhir dari pengolahan nilai mentah proses ini
dapat dikatakan proses pengesahan batas lulus dari hasil penetapan batas lulus
dan pengelompokan siswa kedalam kelompok lulus ataupun tidak lulus. Sama halnya
dengan penentuan batas lulus, pada proses ini juga dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu penetapan batas lulus aktual dan penetapan batas lulus ideal.
1) Penentuan Batas Lulus Aktual
Pada
penentuan batas lulus terdiri dari dua cara yaitu dengan menentukan batas
aktual yaitu penetapan batas lulus kepada rata-rata kelompok secara nyata dan
batas lulus ideal yaitu penentuan batas lulus berdasarkan skor ideal dari suatu
tes. Rumus dari bats lulus adalah sebagai berikut :
BL = X +
0.25s
BL = Batas lulus
s = Standar deviasi
Contoh pengolahan nilai mentah
a. Pengelompokan nilai dengan skala 1-100
b.
Pengolahan dengan nilai standar berskala 5
c.
Pengolahan dengan nilai standar berskala 9
d.
Pengolahan dengan nilai standar berskala 11
e.
Pembuatan tabel konversi
B.
CARA MENSKOR PADA SETIAP DOMAIN
1.
Pemberian Skor Tes pada Domain Kognitif
a.
Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda
Cara penskoran tes
bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu: pertamapenskoran tanpa ada koreksi
jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda bobot.
1) Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal
yangdijawab benar mendapat nilai satu (tergantung dari bobot butir soal),
sehinggajumlah skor yang diperoleh peserta didik adalah dengan menghitung
banyaknyabutir soal yang dijawab benar. Rumusnya sebagai berikut.
Skor =(skala 0 – 100)
B = banyaknya butir yang dijawab benar
N = adalah banyaknya butir soal
Contohnya adalah sebagai berikut :
Pada suatu soal tes ada 50 butir, Budi
menjawab benar 25 butir, maka skor yang dicapai Budi adalah:
Skor == 50
2) Penskoran ada koreksi jawaban yaitu pemberian skor dengan memberikan
pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun
rumusnya sebagai berikut.
Skor =
B = banyaknya butir soal yang dijawab
benar
S = banyaknya butir yang dijawab salah
P = banyaknya pilihan jawaban tiap
butir
N = banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi
skor 0
Contoh :
Pada soal bentuk pilihan ganda yang
terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap butir dan banyaknya 40 butir,
Amir dapat menjawab benar 20 butir, menjawab salah 12 butir, dan tidak dijawab
ada 8 butir, maka skor yang diperoleh Amir adalah:
Skor =
3) Penskoran dengan butir beda bobot yaitu pemberian skor dengan memberikan
bobot berbeda pada sekelompok butir soal.
Biasanya bobot
butir soal menyesuaikan dengan tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) yang telah dikontrak guru. Anda
juga dapat membedakan bobot butir soal dengan cara lain, misalnya ada
sekelompok butir soal yang dikembangkan dari buku pegangan guru dan sekelompok
yang lain dari luar buku pegangan diberi bobot berbeda, yang pertama satu, yang
lain dua. Adapun rumusnya sebagai berikut.
Skor =
Bi = banyaknya butir soal yang dijawab
benar peserta tes
bi = bobot setiap butir soal
St = skor teoritis (skor bila menjawab
benar semua butir soal)
Contoh:
Pada suatu soal tes matapelajaran IPA
berjumlah 40 butir yang terdiri dari enam tingkat domain kognitif diberi bobot
sebagai berikut: pengetahuan bobot 1, pemahaman 2, penerapan 3, analisis 4,
sintesis 5, dan evaluasi 6. Yoyok dapat menjawab benar 8 butir soal domain
pengetahuan dari 12 butir, 12 butir dari 20 butir soal pehamanan, 2 butir soal
penerapan dari 4 butir, 1 butir soal analisis dari 2 butir, dan 1 butir soal
sintesis dan evaluasi masing-masing 1 butir. Berapakah skor yang diperoleh
Yoyok?
Untuk mempermudah memberi skor disusun
Tabel 6.1. sebagai berikut.
Tabel 6.1. Contoh
Pemberian Skor
Domain butir soal
|
Jumlah butir
|
b1
|
Jumlah butir x bl
|
B1
|
Pengetahuan
|
12
|
1
|
12
|
8
|
Pemahaman
|
20
|
2
|
40
|
12
|
Penerapan
|
4
|
3
|
12
|
2
|
Analisis
|
2
|
4
|
8
|
1
|
Sintesis
|
1
|
5
|
5
|
1
|
Evaluasi
|
1
|
6
|
6
|
1
|
Jumlah =
|
40
|
-
|
St=83
|
25
|
Skor =
Jadi skor yang
diperoleh Yoyok adalah 63,9%, artinya Yoyok dapat menguasai tes matapelajaran
IPA sebesar 63,9%
Sebagai Latihan-1,
Anda tentukan kembali berapakah skor yang diperoleh Yoyok apabila bobot pada
setiap komponen dirubah menjadi sebagai berikut: pengetahuan diberi bobot 0,5;
pemahaman bobot 1, penerapan, analisis, dan sintesis masing-masing diberi bobot
2, serta evaluasi 3. Tentukan juga berapakah skor teoritis perangkat tes
tersebut!
Sebagai Latihan-2,
tentukan berapakah skor yang diperoleh Yoyok apabila menggunakan penskoran
tanpa ada koreksi.
b. Penskoran Soal Bentuk Uraian Objektif
Pada bentuk soal
uraian objektif, biasanya langkah-langkah mengerjakan dianggap sebagai
indikator kompetensi para peserta didik. Oleh sebab itu, sebagai pedoman
penskoran dalam soal bentuk uraian objektif adalah bagaimana langkah-langkah
mengerjakan dapat dimunculkan atau dikuasai oleh peserta didik dalam lembar
jawabannya.
Untuk membuat
pedoman penskoran, sebaiknya Anda melihat kembali rencana kegiatan pembelajaran
untuk mengidentifikasi indikator-indikator tersebut.
Perhatikan contoh berikut.
Indikator :
peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan
ukurannya.
Butir soal:Sebuah
bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75
cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk menjawabnya tuliskan
langkah-langkahnya!)
Tabel 6.2. Pedoman
penskoran uraian objektif
Langkah
|
Kunci Jawaban
|
Skor
|
1
2
3
4
5
|
Isi balok = panjang x lebar x tinggi
= 150 cm x 80 cm x
75 cm
= 900.000cm3
Isi bak mandi dalam liter:
1.000cm3=1 liter
900.000cm3=
900 liter
|
1
1
1
1
1
|
Skor Maksimum
|
5
|
c. Penskoran Soal Bentuk Uraian Non-Objektif
Prinsip penskoran
soal bentuk uraian non-objektif sama dengan bentuk uraian objektif yaitu
menentukan indikator kompetensinya. Perhatikan contoh berikut.
Indikator: peserta
didik dapat mendeskripsikan alasan Warga Negara Indonesia bangga menjadi Bangsa
Indonesia.
Butir
soal:tuliskan alasan-alasan yang membuat Anda berbangga sebagai Bangsa
Indonesia!
Pedoman penskoran:
Jawaban boleh bermacam-macam namun pada
pokok jawaban tadi dapat dikelompokkan sebagai berikut.
Tabel 6.3. Contoh
Pedoman Penskoran
Kriteria Jawaban
|
Rentang Skor
|
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia
|
0 – 2
|
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia
(pemandangan alamnya, geografisnya, dll)
|
0 – 2
|
Kebanggan yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku, adat,
istiadat tetapi tepat bersatu.
|
0 – 2
|
Kebanggan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia.
|
0 – 2
|
Skor tertinggi
|
8
|
d. Pembobotan Soal Bentuk Campuran
Dalam beberapa
situasi bisa digunakan soal bentuk campuran, yaitu bentuk pilihan dan bentuk
uraian. Pembobotan soal bagian soal bentuk pilihan ganda dan bentuk uraian
ditentukan oleh cakupan materi dan kompleksitas jawaban atau tingkat berpikir
yang terlibat dalam mengerjakan soal. Pada umumnya cakupan materi soal bentuk
pilihan ganda lebih banyak, sedang tingkat berpikir yang terlibat dalam
mengerjakan soal bentuk uraian biasanya lebih banyak dan lebih tinggi.
Suatu ulangan
terdiri dari j1 soal pilihan ganda danj2 soal uraian. Bobot untuk soal pilihan
ganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian adalah w2. Jika seorang peserta
didik menjawab benar n1 pilihan ganda, dan n2 soal uraian, maka peserta didik
itu mendapat skor:
Skor =
Contoh: Suatu ulangan terdiri dari 20
bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan, dan 4 buah soal bentuk uraian. Titi
dapat menjawab benar soal pilihan ganda 16 butir dan salah 4 butir, sedang
bentuk uraian bisa dijawab benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila bobot
pilihan ganda adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60, maka skor yang diperoleh Titi
dapat dihitung sebagai berikut.
a.skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan :
(16/20)x100 = 80
b.skor bentuk uraian adalah : (20/40)x100 = 50
c.skor akhir adalah : 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62
2. Pemberian Skor Tes pada Domain Afektif
Domain afektif
ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Paling tidak ada dua
komponen dalam domain afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat
terhadap suatu pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa positif
bisa negatif atau netral. Tentu diharapkan sikap peserta didik terhadap semua
mata pelajaran positif sehingga akan timbul minat untuk belajar atau
mempelajarinya. Peserta didik yang memiliki minat pada pelajaran tertentu bisa
diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat secara optimal, bagi yang tidak
berminat sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, Anda
memiliki tugas untuk membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat peserta
didik terhadap mata pelajaran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi
usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Langkah pembuatan
instrumen domain afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai berikut:
a. Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
b. Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak bertanya,
tepat waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini
selanjutnya ditanyakan pada peserta didik.
c. Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: sangat
berminat, berminat, sama saja, kurang berminat, dan tidak berminat.
d. Telaah instrumen oleh sejawat.
e. Perbaiki instrumen.
f. Siapkan kuesioner atau inventori laporan diri.
g. Skor inventori.
h. Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.
Contoh:
Instrumen untuk
mengukur minat peserta didik yang telah berhasil dibuat ada 10 butir. Jika
rentangan yang dipakai adalah 1 sampai 5, maka skor terendah seorang peserta
didik adalah 10, yakni dari 10 x 1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10
x 5. Dengan demikian, mediannya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. jika dibagi
menjadi 4 kategori, maka skala 10-20 termasuk tidak berminat, 21 sampai 30
kurang berminat, 31 – 40 berminat, dan skala 41 – 50 sangat berminat.
3. Pemberian Skor Tes pada Domain Psikomotor
Penyusunan Tes Psikomotor
Tes untuk mengukur
ranah psikomotor adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja
(performance) yang telah dikuasai peserta didik. Tes tersebut menurut Lunetta
dkk. (1981) dalam Majid (2007) dapat berupa tes paper and pencil, tes
identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
Skala penilaian
cocok untuk menghadapi subjek yang jumlahnya sedikit. Perbuatan yang diukur
menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak
sempurna sampai sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak
sempurna dan skala 5 paling sempurna.
Misal dilakukan
pengukuran terhadap keterampilan peserta didik menggunakan thermometer badan.
Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan peserta didik
terampil menggunakan thermometer tersebut, misal indikator-indikator sebagai
berikut:
1) Cara mengeluarkan
termometer dari tempatnya.
2) Cara menurunkan
posisi air raksa serendah-rendahnya.
3) Cara memasang
termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
4) Lama waktu
pemasangan termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
5) Cara mengambil
termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya.
6) Cara membaca
tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.
Dari contoh cara
pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian, ada 6 butir soal yang
dipakai untuk mengukur kemampuan seorang peserta didik jika untuk butir 1
peserta didik yang bersangkutan memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir
2 memperoleh skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh
skor 4 berarti juga benar tetapi kurang sempurna, butir 4 memperoleh skor 3
berarti kurang benar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, dan butir
6 juga memperoleh skor 3 berarti kurang benar, maka total skor yang dicapai
peserta didik tersebut adalah (5 + 4 + 4 + 3 + 3 + 3) atau 22. Seorang peserta
didik yang gagal akan memperoleh skor 6, dan yang berhasil melakukan dengan sempurna
memperoleh skor 30; maka median skornya adalah (6 + 30)/2 = 18. Jika dibagi
menjadi 4 kategori, maka yang memperoleh skor 6 – 12 dinyatakan gagal, skor 13
– 18 berarti kurang berhasil, skor 19 – 24 dinyatakan berhasil, dan skor 25 –
30 dinyatakan sangat berhasil. Dengan demikian peserta didik dengan skor 21
dapat dinyatakan sudah berhasil tetapi belum sempurna/belum sepenuhnya baik
jika sifat keterampilannya adalah absolut, maka setiap butir harus dicapai
dengan sempurna (skala 5). Dengan demikian hanya peserta didik yang memperoleh
skor total 30 yang dinyatakan berhasil dan dengan kategori sempurna.
Tabel 6.4.
Kisi-kisi soal ujian bisa sebagai berikut
No
|
Standard Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Materi Pokok
|
Indikator Jenis Tagihan
|
Bentuk Soal
|
Nomor Soal
|
A.
Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
D.1 Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian
acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan pencapaian hasil
belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain yang
mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran
yang menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma,
tes baku pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi
untuk kelompok-kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan
siswa dalam tes yang sama dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil
keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas kemudian mengikuti asas yang sama,
mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat membandingkan terhadap
siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru melakukan
pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes
yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang
baku dan variannya.
Berikut
ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Normatif :
- Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk
menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan peserta didik
lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita ingin
mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas,
sekolah, dan lain sebagainya.
- Penilaian Acuan Normatif menggunakan
kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu berubah-ubah
disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
- Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif
tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi
pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik
(peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
- Penilaian Acuan Normatif memiliki
kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang
terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai dengan yang
mengalami kesulitan yang serius.
- Penilaian Acuan Normatif memberikan skor
yang menggambarkan penguasaan kelompok.
Adapun langkah-langkah pendekatan PAN sebagai berikut.
1)
Menghitung rerata ( x )
skor prestasi
·
Untuk
data tidak berkelompok
xi= skor
peserta tes ke-i
n = jumlah
peserta tes
·
Untuk
data berkelompok
xi= tanda
kelas
fi= frekuensi yang sesuai dengan xi
2) Menghitung standar deviasi ( s
) skor prestasi
·
Untuk
data tidak berkelompok
xi= nilai
ke-i
·
Untuk
data berkelompok
xi= nilai
ke-i
fi= frekuensi ke-i
3) Membuat pedoman konversi untuk mengubah skor menjadi nilai standar
(berdasarkan skalanya, ada PAN dengan skala lima, skala sembilan skala
sebelas, dan dengan nilai Zscore atau Tscore)
·
Pedoman
konversi skala-5
Pedoman konversi skala-5 berarti membagi nilai
standar menjadi lima skala, lima angka/huruf atau lima kualifikasi. Cara
menyusun skala lima dengan membagi wilayah di bawah lengkung kurva normal
menjadi lima daerah, perhatikan kurva normal berikut.
Kurva normal tersebut terbagi menjadi lima
daerah dan setiap daerah menunjukkan kualifikasi atau nilai dari kanan ke kiri
A, B, C, D dan E. Berdasarkan pembagian itu, pedoman konversi skala-5 disusun
sebagai berikut.
·
Pedoman konversi
skala-9
Pedoman konversi skala-9 berarti membagi nilai
standar menjadi sembilan skala, Sembilan angka/huruf atau sembilan kualifikasi.
Cara menyusun skala sembilan sama dengan skala lima yaitu dengan membagi
wilayah di bawah lengkung kurva normal menjadi Sembilan daerah, perhatikan
kurva normal berikut.
Kurva normal tersebut terbagi menjadi sembilan
daerah dan setiap daerah menunjukkan kualifikasi atau nilai dari kanan ke kiri
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9.Berdasarkan pembagian itu, pedoman korversi
skala-9 disusun sebagai berikut.
·
Pedoman
konversi skala-11
Pedoman konversi skala-11 berarti membagi nilai
standar menjadi sebelas skala, sebelas angka/huruf atau sebelas kualifikasi.
Cara menyusun skala sebelas sama dengan skala lima dan sembilan yaitu dengan
membagi wilayah di bawah lengkung kurva normal menjadi sebelas daerah,
perhatikan kurva normal berikut.
Kurva normal tersebut terbagi menjadi sebelas
daerah dan setiap daerah menunjukkan kualifikasi atau nilai dari kanan ke kiri
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10.Berdasarkan pembagian itu, pedoman korversi
skala-11 disusun sebagai berikut.
·
Pedoman
konversi dengan Zscore atau Tscore
Dengan tidak menyusun pedoman konversi Anda
dapat langsung menentukan atau mengkonversi skor menjadi nilai standar dengan
menggunakan dua nilai yaitu nilai Zscore dan Tscore. Nilai Zscore berarti
mengubah skor kasar menjadi nilai standar Z. Biasanya Zscore digunakan sebagai
cara untuk membandingkan beberapa nilai matapelajaran seorang peserta tes dari
berbagai jenis pengukuran yang berbeda (lihat kembali pembahasan 6.2.3.1).
Konsep Tscore hamper sama dengan Zscore. Adapun rumus untuk menghitung nilai
Zscore dan Tscore adalah sebagai berikut.
Keterangan:
x = skor
S =
standar deviasi
x =
rata-rata
` Tscore
= score 50 +10× Z
D.2 Penilaian
Acuan Patokan (PAP)
Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut
juga criterion evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang
berbeda. Dalam pengukuran ini siswa dikomperasikan dengan kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan
siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tegantung pada
penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item
pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional. Dengan PAP setiap individu
dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya. Bimbingan individual
untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat dirancang,
demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat dikembangkan.
Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan
tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal
merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran. Pembelajaran yang
menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan termuat pada
kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan. PAP juga
dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya
kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau
dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal.PAP
ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning).
Dalam PAP berasumsi bahwa hampir semua orang
bisa belajar apa saja namun waktunnya berbeda-beda. Konsekuwensinya acuan ini
adalah remidi.Atau kata PAP menggunakan prinsip pembelajaran tuntas (mastering learning).Dalam pendekatan dengan acuan kriteria, penentuan
tingkatan didasarkan pada skor-skor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
bentuk presentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus mendapatkan
skor tertentu sesuai dengan batas yang ditentukan tanpa terpengaruh oleh
kinerja (skor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya. Salah satu kelemahan
dalam menggunakan standar absolut adalah skor siswa bergantung pada tingkat
kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang diterima siswa mudah
maka para siswa akan mendapat nilai A atau B, dan sebaliknya apabila tes
tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan maka kemungkinan untuk mendapatkan
nilai A atau B akan sangat kecil.
Metode
PAP digunakan pada sistem penilaian skala-100 dan skala-5.Skala-100 berangkat
dari persentase yang mengartikan skor prestasi sebagai proporsi penguasaan
peserta didik pada suatu perangkat tes dengan batas minimal angka 0 sampai 100
persen (%).Pada skala-5 berarti skor prestasi diwujudkan dalam nilai A, B, C,
D, dan E atau berturutan mewakili nilai 4, 3, 2, 1, dan 0.
Adapun langkah-langkah PAP sebagai berikut.
1)Menentukan skor berdasarkan proporsi
Skor = St B x
100% (rumus bila menggunakan skala100)
2)Menentukan batas minimal nilai ketuntasan
Nilai ketuntasan adalah nilai yang menggambarkan proporsi dan kualifikasi penguasaan peserta didik terhadapkompotensi yang telah dikontrakkan dalam pembelajaran. Untuk menentukan batas minimal nilai ketuntasan
peserta tes dapat menggunakan pedoman yang ada.